JAKARTA, Suara Muhammadiyah—Rencana aksi demonstrasi besar-besaran di Istana Negara pada Jumat, 4 November 2016, tengah menjadi sorotan publik. Presiden Joko Widodo menunjukkan keseriusannya dalam menanggapi kasus ini. Setelah bertemu ketua partai oposisi, Jokowi mengundang ke Istana Kepresidenan, tiga organisasi yang mewakili arus utama Islam di Indonesia. Yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) pada Selasa, 1 November 2016.
Presiden Jokowi meminta masukan dan saran dari para tokoh agama di ketiga lembaga itu. Jokowi juga mengharapkan para ulama bisa memberi kesejukan dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat. “Nasihat yang penuh kesejukan sedang dinanti-nanti saat ini,” kata Jokowi saat membuka pertemuan itu.
“Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), NU, dll yang arus besar itu menghargai adanya demonstrasi tetapi kita berharap khusus bagi warga Muhammdiyah, NU juga sama sebenarnya, tidak membawa institusi organisasi dalam demo karena itu bagian dari hak publik, warga negara,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Istana Kepresidenan, Jakarta seusai bertemu Presiden Jokowi.
Haedar Nashir menyatakan bahwa Muhammadiyah memberikan hak penuh kepada warganya terkait dengan aksi pada 4 November. “Muhammadiyah secara kelembagaan tidak ikut serta dan terlibat dalam aksi unjuk rasa 4 November. Segala akibat yang timbul merupakan tanggung jawab pribadi,” tutur Haedar
“Aksi demonstrasi merupakan bentuk pernyataan pendapat dan aspirasi, merupakan hak warga negara yang dijamin Undang-undang Dasar dan tidak dapat dilarang oleh siapapun, termasuk pemerintah,” ungkap Haedar.
Muhammadiyah tidak memiliki hak untuk membatasi hak warganya berdemo. Namun Haedar meminta agar warga yang berunjuk rasa tetap mengedepankan aspirasi yang damai, toleransi, dan tidak boleh ada potensi yang mengarah ke hal-hal yang tidak diinginkan. “Pesan kita adalah demo dengan akhlak yang mulai, menjaga kepribadian Muhammadiyah dan tidak boleh membawa dan mengatasnamakan atribut organisasi,”katanya.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj juga menyatakan hal serupa. Said Aqil mengingatkan supaya tidak ada anggota NU yang membawa atribut organisasi untuk kepentingan aksi.
“Yang saya larang, pakai atribut NU. Jangan sampai pakai bendera Anshor, bendera NU, itu yang saya larang. Karena NU didirikan oleh kyai-kyai bukan untuk demonstrasi, tapi untuk pendidikan, untuk kerakyatan, kemasyarakatan,” ujarnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin juga mengatakan sikap yang sama. MUI sepakat bahwa unjuk rasa itu tidak dilarang di negara demokrasi. Namun, harus sesuai dengan peraturan dan tidak mengganggu ketertiban umum.
“Harus dilakukan dengan sopan santun, dengan akhlakul karimah, tidak boleh anarkis, tidak boleh ada perusakan, dan kita ingatkan juga agar tidak terprovokasi kalau ada hal-hal yang terjadi,” kata Ma’ruf (Ribas).