oleh David Efendi
SUARA MUHAMMADIYAH–Menulis dan membaca adalah inti dari gerakan literasi yang akan menopang Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu sebagaimana telah digagas beberapa periode Muktamar Muhammadiyah yang lalu. Pengilmuwan gerakan di dalam Muhammadiyah bukan hanya didorong oleh niat baik tetapi oleh infrastruktur pengetahuan yang kuat. Gerakan membaca atau gerakan iqro’ yang dipopulerkan oleh Ikatan Remaja Muhammadiyah atau sekarang direvitalisasi oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah harus dimaknai sebagai upaya membangun dan meneguhkan pilar Muhammadiyah, meminjam Bahasa Prof Syafii Ma’arif, sebagai gerakan ilmu. Kemudian setelah itu, gerakan literasi di persyarakiatan ini menjadi tanggungjawab semua elemen organisasi mulai dari ranting sampai pusat, majelis, lembaga, dan organisasi otonom. Dengan demikian, Muhammadiyah akan memberikan kado bagi bangsa sangat besar karena peran pencerahannya melalui pengembangan dan penguatan gerakan literasi.
Patut diapresiasi dengan baik, bahwa bulan November ini—merupakan bulan kelahiran Muhammadiyah, disambut dengan kelahiran banyak buku baru tentang Muhammadiyah. Tepatnya pada tanggal 4 Nopember 2016 melalui Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, 12 buku baru di-_lauhching_ bersama di gedung dakwah PP Muhammadiyah di Jakarta. Suatu hasanah pengetahuan yang luar biasa bagi warga Muhammadiyah khususnya dan warga dunia pada umumnya. Bukan hanya itu, melalui Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang akan menggelar Muktamar di Samarinda bulan ini juga akan merilis 10 buku baru seputar gerakan pelajar Muhammadiyah dan juga gerakan literasi. Bocoran dari penulis, bahkan ada beberapa buku termasuk panduan gerakan literasi masuk sekolah versi IPM, juga akan menyusul terbit.
Nampaknya, bulan November kali ini menjadi bulan gerakan literasi di lingkungan Muhammadiyah sekaligus merayakan milad Muhammadiyah. Sebuah upaya berjamaah untuk mengupayakan jihad literasi sebagai jihad yang penuh keadaban dan kedamaian.
Jika kita melakukan kilas balik bagaimana Muhammadiyah membangun tradisi literasi nampaknya sangat menggembirakan. Ada dua majalah yang sangat tua seperti Suara Muhammadiyah pada tahun 1333 H (sejak 1915), juga majalah Kuntum (milik PP IPM yang lahir sejak 1976, majalah tertua pelajar yang bertahan sampai hari ini) adalah prestasi gemilang dalam peradaban literasi yang diakui masyarakat. Ada pula majalah-majalah berkala, laman website atau portal-portal berita yang digairahkan oleh banyak organ pimpinan wilayah, daerah, sampai ranting Muhammadiyah yang terus menunjukkan kekuatan dakwahnya yang berkejamajuan dengan optimalisasi jaringan online.
Peran pencerahan itu sejatinya ada di bilik redaksi-redaksi majalah atau penerbitan ini. Sebagai tambahan, ada juga gerakan 1000 taman pustaka yang dirintis oleh MPI sejak tahun 2010, lalu ada gerakan Muhammadiyah membaca dan pada tahun 2016 ini juga muncul gerakan Muhammadiyah Menulis yang juga dipelopori oleh MPI melalui gagasan menulis sejarah Ranting Muhammadiyah. Ada juga gerakan jurnalistik di persyarakitan untuk mengedapan jurnalistik yang obyektif dan berakhlaq melalui website dan majalah. Sebagai tambahan, kerjasama lazismu dan UMY dalam program KKN di Kokoda, Papua, meirntis rumah Baca Mahardika sebagai ruang belajar bersama. Tentu, gagasan-gagasan brilian ini semua menuntut upaya perawaran secara militan dan penuh komitmen.
Lembaga pendidikan di lingkungan Muhammadiyah juga sedang mengalami dinamika di dalam pekerjaan literasi. Ada guru-guru SMA yang membuat kelas menulis, anak-anak SMA Muhammadiyah gencar melatih diri untuk menulis, bahkan ada seorang guru Muhammadiyah yang ingin mengusung buku-buku bacaan di luar buku pelajaran ke ruang kelas sebagai upaya membangun pengetahuan yang komprehensif bagi anak didiknya. Tentu saja ini perlu mendapatkan dukungan moral dan material dari banyak kalangan.
Salah satu pekerjaan rumah yang mendesak adalah bagaimana mewujudkan perpustakaan berjejaring yang memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat. Peprustakaan berjejaring ini dapat dimulai dari konsep interloan library di seluruh Perguruan Tinggi Muhamamdiyah (PTM) atau Perguruan Tinggi Aisyiyah (PTA) di Indonesia. Konsep peminjaman lintas perpustakaan di lingkungan perguruan Tinggi Muhamamdiyah ini sangat penting. Masing-masing kampus harus mengupayakan sebisa mungkin sirkulasi antar kampus ini tidak dipungut biaya sebagai bentuk keberpihakan terhadap gerakan literasi untuk memajukan bangsa.
Dengan begini, hasanah pengetahuan akan mengalami kemajuan pesat dan juga barangkali menekan biaya perpustakaan karena apa yang menjadi kelebihan koleksi perpustakaan PTM lain akan juga dapat diakses oleh mahasiswa/dosen PTM lainnya. Literature mengenai Muhammadiyah seharusnya semakin mudah diakses melalui program digitalisasi. Jika salah satu PTM sudah melakukan digitalisasi, maka saya kira, tidak perlu peprustakaan di PTM lain melakukan digitalisasi terhadap koleksi buku/arsip yang sama. Dengan logika yang sama, sekolah-sekolah Muhammadiyah di bawah Dikdasmen baik di dalam kabupaten yang sama, antar kabupaten di dalam propinsi dalam merintis peprustakaan berjejaring untuk memudahkan akses bacaan bagi warga belajar baik siswa, guru, maupun orang tua murid.
Jika memungkinkan, peprustakaan yang dikelola sekolah di pagi sampai siang hari, sore dan malamnya menjadi pusat belajar masyarakat. Tidak sulit mewujudkan ini, dan memang ada beberapa kompleks perguruan Muhamamdiyah di Jawa Timur, misalnya, membuka ruang sekolah seluas-luasnya untuk masyarakat. Ini juga menjadi pintu masuk penguatan tradisi literasi melalui komunitas di Ranting-ranting Muhammadiyah.
Sebagai ikhtiar gerakan Indonesia berkemajuan, tidak ada pilihan lain, Muhammadiyah harus bekerja keras, dengan dedikasi tinggi, dan dengan daya kreatifitasnya, harus menjadi pelopor gerakan literasi di republik ini. Mengapa ini penting? karena salah satu titik terlamah yang berhasil kita identifikasi ada di persoalan rendahnya etos membaca-menulis. Tanpa peran itu semua, bagaimana mungkin kita berimajinasi peningkatan daya saing bangsa atas bangsa-bangsa lain di dunia? Wallahua a’lam bishowab.
Penulis adalah anggota MPI PP Muhammadiyah, Dosen Ilmu Pemerintahan UMY