NEW DELHI, Suara Muhammadiyah – Salah satu aktor penting Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Indonesia dan negara–negara Asia adalah lembaga–lembaga berbasis agama, yang selama ini efektif menerjemahkan pesan–pesan agama menjadi aksi – aksi nyata. Bagi Muhammadiyah, secara tertulus pesan–pesan agama tersebut tercantum dalam buku Fikih Kebencanaan yang merupakan kesepakatan Munas Ulama Tarjih Muhammadiyah, sedangkan secara operaasional dilakukan koordinasi segala kekuatan Muhammadiyah melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).
Demikian Rahmawati Husein PhD selaku Wakil Ketua MDMC dalam “Diskusi Pra Konfrensi The Asian Ministerial Conferences on Disaster Risk Reduction 2016” (AMCDRR), bertempat di Hotel Ashok (2/10), pagi waktu Delhi.
Rahmawati yang hadir sebagai Wakil Ketua Humanitarian Forum Indonesia (HFI) menyampaikan bahwa organisasi berbasis agama di Asia ini memiliki jaringan – jaringan yang kuat hingga ke basis masyarakat di daerah. Menurut Rahmawati, upaya PRB menjadi efektif dan efesien dilakukan melalui organisasi berbasis keagamaan karena memiliki modal sosial yang kuat di masyarakat.
“Sangat penting melihat kemampuan jaringan modal sosial organisasi keagamaan termasuk yang ada di tingkat lokal, seperti jaringan gereja atau masjid yang juga sering diiringi dengan mendirikan sekolah, klinik atau Rumah Sakit. Rumah Sakit dan sekolah merupakan titik penting untuk dikuatkan dalam PRB” tekan Rahmawati.
Menurut dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang juga salah satu Unsur Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini, pemerintah sebaiknya ikut berkontribusi dalam meningkatkan kapasitas di tingkat lokal, termasuk organisasi berbasis keagamaan di tingkat lokal.
“Pemerintah juga harus membangun kemampuan ekonomi di tingkat lokal, karena kuatnya modal ekonomi sangat berkaitan dengan adanya modal sosial yang kuat” demikian menurut Rahmawati.
Organisasi berbasis keagamaan menurut Rahmawati bahkan bisa banyak berkontribusi dalam membangun efektifitas Sistem Peringatan Dini Bencana. “Tidak hanya karena masjid memiliki pengeras suara untuk memperingatkan terjadinya bencana, namun juga masjid memiliki jamaah yang sumberdaya manusianya bisa efektif kita tingkatkan kesadarannya dan kapasitasnya” tegas Rahmawati.
Menurut Rahmawati, peran strategis lain organisasi keagamaan adalah untuk mengurangi potensi konflik berbasis agama maupun konflik – konflik sosial yang mungkin terjadi. Menurutnya, konflik apapun sebabnya tentu akan mengurangi ketahanan sebuah masyarakat di daerah dalam menghadapi ancaman bencana. “Kita bisa belajar dari Tsunami Aceh, dimana terjadi ketika terjadi konflik disana, begitu banyak korban yang harus jatuh dan sulitnya bangkit. Walaupun ada efek positifnya dengan terciptanya perdamaian pasca Tsunami” kisah Rahmawati.
Peran Organisasi berbasis agama juga menjadi sangat penting dalam upaya pengurangan risiko bencana pada ancaman karena pengelolaan sumbedaya alam yang tidak tepat. Pengembangan teologi lingkungan yang mampu memberi tuntunan masyarkat untuk menjaga kelestarian lingkungan tentu akan berkontribusi besar dalam pengurangan risiko bencana karena kesalahan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam.
Pada kesempatan tersebut, Rahmawati menyampaikan juga praktik baik kerjasama dan sharing antar organisasi berbasis keagamaan dalam lembaga kemanusiaan di Indonesia melalui Humanitarian Forum Indonesia yang telah banyak menelurkan outputs, diantaranya; peningkatan koordinasi dalam tanggap darurat, peningkatan pengetahuan dan kemampuan teknis dalam penanggulangan bencana, peningkatan kapasitas lembaga, kolaborasi dengan pemerintah, serta ikut dalam jaringan di skala lokal, nasional, regional bahkan internasional.
Diskusi dimoderatori Dr Ranjana Mukhopadhyaya yang merupakan Assistant Professor dari University of Delhi. Turut menjadi pembicara Manu Gupta dari ADRRN, Nobuyuki Asai from SGI – Jepang, dan Jessica Dator Bercilla dari ACT Alliance. Hadir menjadi peserta antara lain utusan dari Islamic Relief, Lutern World Relief, World Vision India, dan University of Delhi (Arif Nur Kholis).