Di dalam ayat ini, disebutkan al-thâghût dengan lafazh mufrad (tunggal), padahal kalimat sebelumnya adalah al-awliyâ` (pemimpin-pemimpin) dengan lafazh jamak. Ini menunjukkan, meskipun berbeda-beda dan bermacam-macam, para pemimpin orang-orang kafir memiliki satu ciri yang sama, yaitu mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kesesatan-kesesatan.
“Ideology apapun jika berhadapan dengan Islam akan bersatu. Nasrani awalnya paling bermusuhan dengan Yahudi karena orang Yahudi membunuh Isa. Namun 1000 tahun kemudian dimaafkan oleh Paus. Mereka bersatu menghadapi Islam,” paparnya.
Yunahar menambahkan bahwa Allah adalah pemimpin yang paling tinggi. Namun Allah tidak turun ke bumi, tapi diwakili oleh rasul, sebagaimana dijelaskan dalam al-Maidah 55: “Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah).” Ayat itu menjelaskan hierarki kepemimpinan dalam Islam. Allah, rasul, pemimpin yang beriman.
Sesuai dengan hadis nabi, kata Yunahar, umat Islam tidak pernah bersepakat dalam kesalahan. Oleh karena itu, yang menjadi wali itu umat Islam. “Karena umat Islam banyak, maka harus dipilih dengan prinsip syura. Teknisnya berubah-rubah sesuai dengan zamannya. Bisa penunjukan, pemilihan, demokrasi, dan lain-lain. Substansinya syura,” paparnya.
Sesuai dengan petunjuk al-Maidah:55, ada beberapa syarat kepemimpinan. Syarat pertama, kata Yunahar, pemimpin itu adalah orang beriman atau muslim. Syarat kedua, mendirikan shalat. Syarat ketiga, membayar zakat. Zakat menyimbolkan tiga hal: (1) bersih hatinya dari segi harta tamak dan kikir. (2) Bersih hartanya, track recordnya sumber hartnya baik. (3) Asnaf zakat adalah orang kecil, menyimbolkan pemimpin itu harus pro rakyat kecil atau kaum mustadl’afun.
“Syarat terakhir berdasarkan al-Maidah 55, adalah mereka itu selalu dalam keadaan ruku’. Menyimbolkan ketaatan, totalitas keislamannya,” papar Buya Yunahar Ilyas.
Menurutnya, kata aulia itu jamak dari wali. Wali bisa diartikan pemimpin, teman setia, pelindung, penolong, kekasih. Auliaurrahman itu artinya kekasih Allah. Maknanya tergantung konteksnya. “Jika diartikan teman setia lebih keras dari makna pemimpin. Teman aja gak boleh, apalagi pemimpin. Bahkan gak boleh jadi tim sukses kalau mengartikan dengan teman setia,” ungkapnya.
Yunahar menjelaskan, jika kondisinya berada di negara non-muslim, yang tidak mungkin muslim yang baik dan berintegritas bisa menjadi pimpinan, maka kepemimpinan non-muslim merupakan hal yang wajar. “Kalau di negara non-muslim, seperti di Amerika, calonnya hanya dua, Hillary Clinton dan Donald Trump, maka harus memilih salah satu yang paling maslahah. Di sana, stafnya Obama juga ada yang muslim,” ujarnya.