Azyumardi Azra: Kalau Indonesia Kacau, yang Rugi bukan hanya Kita, tapi Umat Islam Dunia

Azyumardi Azra: Kalau Indonesia Kacau, yang Rugi bukan hanya Kita, tapi Umat Islam Dunia

JAKARTA, Suara Muhammadiyah—Cendekiawan muslim Indonesia, Prof Azyumardi Azra menyatakan bahwa muslim Indonesia menjadi role model bagi muslim lainnya di seluruh dunia. Terutama dalam hal kaitannya dengan demokrasi. Di banyak negara, antara Islam dan demokrasi masih terus dipertentangkan.

Aksi demonstrasi pada Jumat, 4 November 2016 menjadi salah satu bukti bahwa umat Islam bisa mengikuti aksi sesuai dengan prinsip berdemokrasi. Namun patut disayangkan, aksi terbesar dalam sejarah Indonesia setelah reformasi itu, tercoreng dengan ulah beberapa oknum.

Azra menyatakan bahwa Indonesia memberi dampak besar bagi dunia muslim. “Negara kita Indonesia, negara muslim terbesar di dunia. Kalau Indonesia kacau itu merugikan bukan hanya kita tapi juga umat Islam dunia,” ujar konsultan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah itu.

Dalam kesempatan berbeda, Azra menyatakan, sebagai umat mayoritas, muslim Indonesia tidak boleh rendah diri dan harus percaya diri, sehingga bisa dijadikan rujukan bagi dunia. Umat Islam harus membuktikan diri sebagai umat terbaik di hadapan umat lain. Termasuk dalam menjalani hidup secara berdampingan.

“Terkadang pada saat tertentu, sering kita (umat Islam) merasa rendah diri. Padahal, umat Islam mayoritas,” kata Azyumardi Azra pada acara Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) di Bandar Lampung, Kamis (3/11).

Azra mengatakan, Indonesia sebagai negara Muslim mayoritas bergantung pada konsep negara bangsa. Indonesia menerima demokrasi dengan pendekatan teokrasi Islam. Sejarah membuktikan ada tiga macam demokrasi yang telah dilalui, yakni demokrasi liberal 1955-masa Soeharto, demokrasi terpimpin 1959-1965, dan demokrasi Pancasila 1966-1998. “Umat Muslim menerima demokrasi yang pelaksanaannya sejalan dengan Islam,” katanya.

Menurut Azra, kehadiran demokrasi di Indonesia tidak lepas dari peranan organisasi Islam. Sehingga, Pancasila dapat diterima dengan jalan tengah antara idealisme sekuler dan negara Islami, yang memberi kebebasan bagi warga negara untuk menganut nilai-nilai Islam.

Keberadaan Islam sebagai umat mayoritas, sudah ada sejak lahirnya organisasi Nahdatul Ulama tahun 1926 dan Muhammadiyah tahun 1912, dan beberapa organisasi Islam lainnya di negeri ini. “Organisasi Islam tersebut merupakan religious based civil society organization. Mereka menerima multikultural,” katanya. (ribas)

Exit mobile version