Haedar Nashir: Jika Tidak Suka dengan Ujaran Nista dari Orang Lain, Jangan Melakukan Hal yang Sama

Haedar Nashir: Jika Tidak Suka dengan Ujaran Nista dari Orang Lain, Jangan Melakukan Hal yang Sama

JAKARTA, Suara Muhammadiyah—Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya tidak suka diperlakukan nista oleh orang lain. Karena itu, seharusnya siapa pun tidak menyakiti orang lain dengan segala bentuk penistaan. Terlebih yang berkaitan dengan agama.

Haedar mengingatkan pentingnya melakukan evaluasi bersama. Termasuk bagi umat Islam yang melaksanakan demo, harus dilaksanakan sesuai dengan tuntunan agama. “Jika orang Islam tidak suka dengan ujaran nista dari orang lain, jangan melakukan hal yang sama,” tutur Haedar.

Terkait dengan demo pada 4 November, menurut Haedar, merupakan bentuk penyampaian aspirasi umat Islam yang merasa terlecehkan akibat ucapan gegabah dan diduga masuk ke ranah penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Selain itu, ada pula akumulasi ketidakpercayaan atau keraguan terhadap tegaknya hukum secara adil, ditambah dengan eskalasi politik Pilkada.

Haedar berpendapat, demo merupakan hak umat Islam yang tersinggung dan merasa terlecehkan oleh ucapan yang sembeorono itu. “Jika mereka demo karena akidahnya terganggu, maka itu wajar,” ujarnya, Jumat (4/11).

Haedar melihat bahwa kelambanan pihak kepolisian dan aparat penegak hukum dalam menangani dugaan penistaan agama, telah menimbulkan dampak yang besar. Muncul dugaaan bahwa Ahok bebal hukum, sehingga memancing keresahan banyak pihak yang mendampa keadilan hukum.

“Jika proses hukum cepat, transparan, serta dijamin adil dan objektif mungkin tidak akan memperluas eskalasi ketidakpuasan. Tentu kepolisian memiliki prosedur sendiri, sehingga tidak bisa sembarangan. Hal lainnya, dimensi politik,” ujarnya.

Pilkada yang urusannya berkaitan dengan kepentingan politik, ujar Haedar, banyak melibatkan berbagai pihak untuk melakukan artikulasi politik. Demo merupakan salah satu bentuknya. Sah saja demo dan kepentingan politik itu bersenyawa, sejauh tetap demokratis dan dijamin konstitusi.

“Di alam keterbukaan sekarang ini demo dan aktivitas politik menjadi sesuatu yang transparan, tidak dapat ditutupi lagi. Bagi yang berdemo silakan berdemo secara bermartabat, serta jangan lupa hargai warga dan pihak-pihak lain yang tidak ikut demo,” ucapnya.

Terkait dengan perbedaan pandangan dalam menyikapi kasus ini, Haedar mengingatkan agar semua pihak saling menghargai. Jangan berpandangan mereka yang tidak mendukung atau tidak ikut demo sebagai pihak yang tidak memiliki ghirah keagamaan serta tidak memiliki idealisme berbangsa yang tinggi.

“Demo hanya salah satu cara menyampaikan aspirasi dan kepentingan, jalan lain juga masih banyak. Maka, toleransi dan saling menghargai antarkomponen umat dan bangsa menjadi penting,” katanya.

Dikaji dari beragam perspektif, aksi demo kali ini harus menjadi pembelajaran bagi semua. Menurut Haedar, pemerintah dan semua pihak, harus membaca demo 4 November ini sebagai cermin mengelola negara dan segala urusan kebangsaan. Bagaimana agar hukum tegak dengan adil dan pengelolaan negara dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus objektif, mengayomi dan berdiri di atas semua golongan (Ribas).

Exit mobile version