Suara Muhammadiyah,- Jauh dari dugaan selama ini, Hillary Clinton yang terus memimpin jajak pendapat dan digadang-gadang akan meraup lebih dari 270 electoral votes ternyata harus menelan ludah. Saingannya dari partai Republik, Donald Trump, berhasil mengamankan singgasananya di Gedung Putih. Rabu (9/11), perhitungan suara dari berbagai negara bagian menunjukkan keberpihakan pada Trump.
Meski penghitungan masih berlangsung, milyarder itu berhasil meraih 276 electoral votes (dan masih bertambah), sementara Clinton meraih 218 suara. Praktis Trump menjadi presiden ke-45 Amerika Serikat, mengalahkan Hillary Clinton. Agaknya rakyat Amerika belum siap menerima adanya presiden perempuan.
Clinton unggul di beberapa negara bagian penting seperti New York, Virginia dan Massachusetts, namun tetap tertinggal dari Trump. Taipan 70 tahun itu unggul di North Carolina, South Carolina dan Florida. Adapun dalam perolehan suara secara umum, keduanya sebenarnya berbanding tipis, Trump memperoleh 48 persen suara rakyat AS dan Clinton 47 persen (masih bisa bertambah ataupun berkurang).
Selama ini Clinton selalu unggul di jajak pendapat terutama setelah dugaan kasus pelecehan seksual Trump. Usai debat ketiga, pernyataan kontroversial Trump yang tidak mau menerima hasil pemilu dan menuding media curang semakin memperlebar keunggulan Clinton.
Selisih sempat berkurang, bahkan unggul Trump ketika James Comey, Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) mengirim surat kepada Kongres untuk menyelidiki kembali kasus penggunaan surel pribadi Clinton. Comey menyatakan telah mendapat bukti-bukti untuk melakukan penyelidikan kembali terhadap skandal surel Clinton. Namun, selisih kembali melebar ketika FBI kemudian menyatakan Clinton bersih dari skandal surat elektronik. Tidak ditemukan bukti kriminal dalam surel yang diselidiki.
Dengan berbagai hasil jajak pendapat yang mengunggulkannya, Clinton terlihat percaya diri saat memberikan suara di Chappaqua, Westchester County, New York. Tapi apa daya, analisa selama inidipatahkan di hari akhir. Masyarakat AS lebih memilih presiden Donald Trump daripada memiliki presiden wanita pertama AS (Azis)