Di beberapa tempat terdapat juga ranting yang sangat maju dalam beberapa bidang seperti di ranting Muhammadiyah Nitikan, Yogyakarta, yang memiliki banyak terobosan melalui lembaga Masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat. Di ranting ini terdapat santunan bagi kelurga miskin/yatim/tidak mampu yang sudah cukup lama, terdapat koperasi, lembaga bantuan hukum, dan sebagainya. Tetapi ada banyak juga ranting yang sangat ‘maju’ tetapi tidak atau kurang sinergis dengan pembangunan desa—seolah ranting itu betul-betul ‘independent’ dan terpisah dari ruang-ruang pemerintahan desa sebagai struktur politik Negara bahkan dalam beberapa hal menjadi ‘kompetitor’ atau oposisi. Contoh yang sangat baik menggambarkan keadaan terakhir ini barangkali di desa Godog, Lamongan, khususnya pada periode sepuluh tahun terakhir ini. Barangkali, Godog adalah salah satu ranting Muhammadiyah yang menggerakkan Muhammadiyah di Malaysia dengan mendidikan Ranting Istimewa bersama para TKI dari desa tetangga.
Sebagai tambahan, pembangunan gedung-gedung bertingkat dan sarana pendidikan perguruan Muhammadiyah Godog banyak ditopang oleh ‘dermawan’ asal Godog yang bekerja di Malaysia. Tanpa dukungan tersebut, tentu Muhammadiyah Godog akan menjadi Muhammadiyah yang minum fasilitas pendidikan modern. Dengan sinergisitas demikian, tentu pantas Ranting Godog dapat menjadi ranting Muhammadiyah yang unggul dalam bidang pendidikan di kecamatan Laren dengan mengelola pendidikan PUAD sampai SMA, setidak-tidaknya, MI Muhammadiyah di Godog tetap menjadi MI nomor 1 (paling tua).
Banyak pekerjaan rumah menyangkut isu-isu lingkungan hidup: air, SDA, tanah, global warming, dan sebagainya menunggu kiprah Muhammadiyah. Sebenarnya infrastruktur nilai-nilai Islam dalam Al-Qur’an (dan juga As-Sunnah) sangat ramah terhadap kemajuan zaman dan tidak anti modernitas selama itu bermanfaat untuk kedaulatan alam dan manusia. Kita (baca: umat Islam) bisa belajar pada bangsa-bangsa lain yang penuh etos berkemajuan tanpa mengenal Islam sebagai way of life. Misalnya pada gerakan pro-ekologi, The Green Peace, LSM yang bekerja untuk penghijauan/pelestarian alam. Mereka mempraktikkan ajaran Islam tanpa harus secara formal memeluk agama Islam. Meskipun mereka non-Muslim, tetapi gerakan dan tindakan mereka selaras dengan nilai-nila islam.
Praktik-praktik Muhammadiyah yang membangun daulat alam, membuat manusia ramah pada alam dan alam akan ramah pada manusia sebagaimana ‘peristiwa’ Pujon sejatinnya adalah kerja-kerja yang tak sederhana. Kita masih mencari kelompok ‘kanan-hijau’ atau gerakan islam yang pro-lingkungan. Jihad konstitusi barangkali satu babakan sejarah yang butuh suntikan energi baru, jika tidak, gerakan idealis itu akan layu sebelum berkembang. Sekali lagi, peran-peran Muhammadiyah di tengah pusaran bangsa yang tiada menentu ini sangat mendesak.