Oleh David Efendi
Kemarin tanggal 7 November pwmu.co, website Muhammadiyah Jawa Timur, merilis berita seorang kepala desa yang aktifis Muhammadiyah berhasil melakukan pembaharuan di desa Pujon, Kabupaten Malang. Salah satu berita yang masuk ketegori langkah di persyarakitan. Di laman tersebut dilaporkan Pujon yang dikenal sebagai daerah tandus disulap oleh kepala desa, Udi Hartoko, menjadi wisata edukasi yaitu outdoor class khususnya untuk edukasi pertanian dan peternakan.
Terobosan wisata edukasi ini sangat pas untuk kegiatan masyarakat baik bagi keluarga, komunitas, dan lembaga pendidikan. Kreatifitas ini layak diapresiasi dengan baik oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah bukan hanya tetrjebak jargon kebangsaan yang elitis tetapi juga menemukan realita—Muhammadiyah harus menjadi bagian dari solusi jika tidak mau menjadi bagian dari masalah.
Prestasi ini sangat mengembirakan terutama sekali karena ideology berkemajuan menemukan basis material di ranting/desa—sebagai ujung tombak persyarikatan.barangkali ini juga kabar yang sangat gembira bagi LPCR yang sudah berumur 6 tahunan pasca Muktamar Yogyakarta 2010 silam. Watak berkemajuan memang harus menjadi karakter pergerakan cabang dan ranting sebagai manifestasi dari watak organisasi yang bersendikan basis cabang dan ranting. Bukan hanya ranting dan cabang di Indonesia, ke depan cabang istimewa dan ranting istimewa juga perlu menjadi pelopor pencerahan dan pencerdasan di ranah global. Dengan demikian, etos berkemajuan itu bukan hanya menancap kuat di akar ranting tetapi juga mengglobal.
Di tengah ‘terpuruknya’ ummat islam di tengah geliat zaman yang ditandai dengan masih tetjebaknya ummat islam dalam tempurung dan kotak-kotak. Pertikaian faham tak kunjung usai. Perlu sekai terobosan maju lebih cepat untuk melupakan segala hal yang tidak produktif. Apa yang dilakukan oleh desa Pujon itu adalah mental maju yang sedikit banyak akan menjadi energi positif untuk ummat islam.
Di beberapa tempat terdapat juga ranting yang sangat maju dalam beberapa bidang seperti di ranting Muhammadiyah Nitikan, Yogyakarta, yang memiliki banyak terobosan melalui lembaga Masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat. Di ranting ini terdapat santunan bagi kelurga miskin/yatim/tidak mampu yang sudah cukup lama, terdapat koperasi, lembaga bantuan hukum, dan sebagainya. Tetapi ada banyak juga ranting yang sangat ‘maju’ tetapi tidak atau kurang sinergis dengan pembangunan desa—seolah ranting itu betul-betul ‘independent’ dan terpisah dari ruang-ruang pemerintahan desa sebagai struktur politik Negara bahkan dalam beberapa hal menjadi ‘kompetitor’ atau oposisi. Contoh yang sangat baik menggambarkan keadaan terakhir ini barangkali di desa Godog, Lamongan, khususnya pada periode sepuluh tahun terakhir ini. Barangkali, Godog adalah salah satu ranting Muhammadiyah yang menggerakkan Muhammadiyah di Malaysia dengan mendidikan Ranting Istimewa bersama para TKI dari desa tetangga.
Sebagai tambahan, pembangunan gedung-gedung bertingkat dan sarana pendidikan perguruan Muhammadiyah Godog banyak ditopang oleh ‘dermawan’ asal Godog yang bekerja di Malaysia. Tanpa dukungan tersebut, tentu Muhammadiyah Godog akan menjadi Muhammadiyah yang minum fasilitas pendidikan modern. Dengan sinergisitas demikian, tentu pantas Ranting Godog dapat menjadi ranting Muhammadiyah yang unggul dalam bidang pendidikan di kecamatan Laren dengan mengelola pendidikan PUAD sampai SMA, setidak-tidaknya, MI Muhammadiyah di Godog tetap menjadi MI nomor 1 (paling tua).
Banyak pekerjaan rumah menyangkut isu-isu lingkungan hidup: air, SDA, tanah, global warming, dan sebagainya menunggu kiprah Muhammadiyah. Sebenarnya infrastruktur nilai-nilai Islam dalam Al-Qur’an (dan juga As-Sunnah) sangat ramah terhadap kemajuan zaman dan tidak anti modernitas selama itu bermanfaat untuk kedaulatan alam dan manusia. Kita (baca: umat Islam) bisa belajar pada bangsa-bangsa lain yang penuh etos berkemajuan tanpa mengenal Islam sebagai way of life. Misalnya pada gerakan pro-ekologi, The Green Peace, LSM yang bekerja untuk penghijauan/pelestarian alam. Mereka mempraktikkan ajaran Islam tanpa harus secara formal memeluk agama Islam. Meskipun mereka non-Muslim, tetapi gerakan dan tindakan mereka selaras dengan nilai-nila islam.
Praktik-praktik Muhammadiyah yang membangun daulat alam, membuat manusia ramah pada alam dan alam akan ramah pada manusia sebagaimana ‘peristiwa’ Pujon sejatinnya adalah kerja-kerja yang tak sederhana. Kita masih mencari kelompok ‘kanan-hijau’ atau gerakan islam yang pro-lingkungan. Jihad konstitusi barangkali satu babakan sejarah yang butuh suntikan energi baru, jika tidak, gerakan idealis itu akan layu sebelum berkembang. Sekali lagi, peran-peran Muhammadiyah di tengah pusaran bangsa yang tiada menentu ini sangat mendesak.
Adalah Ibrahim Abdul-Matin yang menarik dijadikan inpsirasi kita semua. Pasca peritiswa WTC di USA, dia memperbaiki citra Islam dengan menuliskan buku penting mengenai bagaimana ummat Islam di Amerika turut aktif menjaga lingkungan alam dari kehancuran melalui praktik-praktik keagamaan dalam ranah-ranah ekologi. Buku yang bagus itu diberinya judul “Green Deen: What Islam Teach about Protecting the Planet”. Saya kira, ini buku yang sangat penting di baca warga Muhammadiyah untuk terus menerus mengobarkan semangat pembaharuan tanpa meninggalkan kerusakan pada alam raya.
Berbicara tentang madzab berkemajuan Muhammadiyah, gagasan KHA Dahlan tentang Islam itu sendiri dapat dikatakan sangatlah maju. KH Dahlan menawarkan “Islam yang berkemajuan” bukan Islam yang ‘jumud'(mandek). Islam yan tidak jumud artinya Islam yang dapat mengantarkan manusia kepada kemualiaan baik di dunia maupun di akherat kelak. Senada dengan KH Dahlan, KH Mas Mansur (1937) juga dicatat oleh beberapa peneliti telah menggagas ‘Islam yang Berkemajuan’ yaitu, bahwa Islam akan maju dan berpengaruh jika Islam hadir sebagai peradaban, dan untuk mencapai Islam yang berkemajuan, umat Islam harus maju dalam semua bidang.
Baik pemikiran Kyai Dahlan atau Mas Mansur ini kemudian direvitalisasi kembali dalam Muktamar ke-47 di Makasar tahun lalu. Barangkali, dengan memperbaharui tindakan berkemajuan yang telah dirintis oleh Muhammadiyah terutama dalam amal usaha bidang pendidikan, sosial, dan keseheatan untuk lebih diperkuat dan dikembangkan, seraya mengembangkan sayap-sayap amalan di bidang lainnya seperti mewarnai hasanah kehidupan politik yang bermartabat, peran dalam pemberdayaan ekonomi, dan turut serta memajukan perdamaian dan keadilan di tingkat global.
Harapannya, jika ranting berkemajuan maka seiring dan sejalan desa tersebut juga harus juga menjadi desa yang berkemajuan: inovatif, kreatif, makmur, dan sejahtera baik jasmani maupun rohani. Desa-desa yang dihuni oleh warga Muhammadiyah sebisa mungkin menjadi desa-desa yang berdaya, tangguh, dan ungul di berbagai bidang baik ekonomi, sosial, budaya, dan praktik keagamaan. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.
Penulis adalah anggota MPI PP Muhammadiyah dan Dosen IP UM Yogyakarta