YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Selama bertahun-tahun Muhammadiyah telah mengawal kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang menyasar berbagai kelompok masyarakat khususnya mustadhafin. Berdasarkan pengalaman tersebut, Muhammadiyah menyadari bahwa problem yang dihadapi kelompok masyarakat tersebut bukan hanya seputar permasalahan teknis saja namun juga tekanan-tekanan struktural.
“Pilihannya kemudian adalah menghadirkan pendekatan advokasi sebagai metodologi penyelesaian,” tutur Ketua Majelis pemberdayaan Masyarakat (MPM) M Yamin dalam rilisan pers.
Menurutnya, kegiatan-kegiatan peningkatan keterampilan budidaya pertanian, perikanan, dan produksi bagi usaha mikro dan kecil yang dilakukan secara massif di daerah-daerah dianggap belum cukup menuntaskan permasalahan.
Oleh karenanya, melalui Sekolah Pendidikan Kader Pemberdayaan (SEKAM) MPM kader-kader pemberdayaan masyarakat bukan hanya dididik untuk memberikan pendampingan keterampilan semata, namun juga siap mengawal kegiatan advokasi terhadap masyarakat miskin.
“Gerakan tersebut yang akan berada di ranah struktural untuk melakukan desakan-desakan terhadap kebijakan publik yang tidak memihak terhadap petani, nelayan, perempuan, kaum miskin kota, kaum dhu’afa dan mustdh’afin lainnya,” imbuh Yamin.
Di ranah yang lebih luas, Yamin pun menilai, selama ini pendekatan pembangunan masih didominasi oleh orientasi proyek dan mengedepankan administrasi ketimbang substansi. Kegiatan-kegiatan yang dibiayai anggaran Negara tersebut menguap begitu saja karena tidak ada keberlanjutan program.
“Akibatnya banyak program pembangunan sukses secara administratif tetapi meninggalkan persoalan substansi yang sangat penting,” tandasnya (Th).