YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Gerak langkah Persyarikatan Muhammadiyah tidak bisa terlepas dari kegiatan pemberdayaan kaum mustadl’afin. Sejak awal, KH Ahmad Dahlan menjadikan surat al-Maun sebagai teologi untuk membebaskan masyarakat dari kebodohan dan kemiskinan. Di abad kedua, dakwah pemberdayaan ini telah menjangkau wilayah dan sasaran yang semakin luas. Kebesaran Muhammadiyah, tidak bisa lepas dari peran doa mustadl’afin yang pernah ditolong.
Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, Muhammad Yamin membeberkan beberapa kantong kemiskinan yang menjadi sasaran dakwah Muhammadiyah, yang hadir untuk melakukan jihad kedaulatan pangan. Pangan, kata Yamin, tidak hanya terkait dengan urusan makanan tapi juga berdampak luas pada pola dan gaya hidup. “Semisal kecenderungan untuk datang ke mall dan supermarket dibandingkan dengan berbelanja di warung atau angkringan,” ujarnya.
Muhammadiyah melalui MPM, kata Yamin datang untuk melakukan kerja-kerja kemanusiaan, melakukan pendampingan di beberapa sector. Pertama, bagi kalangan petani. “Kemiskinan itu salah satunya dialami oleh petani,” ujar Yamin dalam pengajian, Sabtu (12/10).
Muhammadiyah melakukan pelatihan, pembentukan paguyuban petani, dan pemberian bibit tani unggulan, untuk tanaman padi dan singkong misalnya. Melipatgandakan hasil tanam dan mengefesienkan tenaga dan modal tanam.
“Seperti dilakukan MPM yang bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta, mengembangkan tanaman singkong kingkong. Satu batang singkong kingkong ini menghasilkan 60-80 kg. Kini dikembangkan menjadi tanaman industry berbasis singkong, berbentuk mocca, tepung, mie instan,” tutur Yamin.
Kedua, dakwah bagi kalangan nelayan. “Siapa yang menikmati lautan susu kita itu? Apakah nelayan?” Tanya Yamin. Lalu menyanyikan sebait lagu Koes Plus “Bukan lautan hanya kolam susu // Kail dan jalan cukup menghidupimu // Tiada badai tiada topan kau temui // Ikan dan udang menghampiri dirimu.”
Menurut Yamin, fakta ini ironis, karena seharusnya petani dan nelayan yang menopang kedaulatan pangan. Namun justru petani dan nelayan adalah mereka yang miskin. “Kampung-kampung nelayan tidak jauh berbeda dengan kampung-kampung petani. Muhammadiyah masuk ke dua hal ini. Muhammadiyah berpihak kepada kaum dlu’afa mustadl’afin,” ujarnya.
Ketiga, dakwah bagi difabel. “Mungkin tidak pernah terbayang. Padahal jumlahnya saudara-saudara kita yang difabel mencapai 11-15 juta. Mereka pendidikannya rendah, sehingga karena pendidikan rendah jadinya miskin. MPM sedang menginisiasi perda-perda ramah penyandang disabilitas. Bagaimana berjamaah ke masjid, jika akses transportasi bagi difabel susah. Mereka ada di depan kita,” katanya.
“Kantor PP Ahmad Dahlan itu kita rombak. Tak ada gunanya Muhammadiyah bicara ramah difabel jika fasilitas kantor PP tidak ramah. Sekarang mulai dirombak, kamar mandi dan lainnya. Sehingga mereka tidak lagi terdiskriminasi,” tambah Yamin.
Keempat, kelompok-kelompok miskin perkotaan. Kantong kemiskinan yang menjadi fokus dakwah Muhammadiyah adalah pedagang asongan, pemulung. “Kita santuni dengan hati. Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan Yogyakarta misalnya,” ungkap Yamin.
Kelompok miskin perkotaan lainnya adalah para pedagang asongan. “Kita dampingi, pedagang asongan kini mulai menjual makanan sehat. Pendampingan dari farmasi UAD, UMY. Ketika sempit, memberikan jalan keluar. Itulah dakwah Muhammadiyah,” ujarnya.
Kelima, dakwah bagi daerah terluar, terpencil, terdepan. “Terlihat kesenjangan di sana. Muhammadiyah masuk ke suku Kokoda. Sebuah komunitas muslim asli Papua. Di situ kita damping mulai dari cara bertani dan beternak. Kita latih bagaimana beternak sapi,” kata Yamin.
“Awalnya kita berikan 4 ekor sapi. Dua bulan kemudian, satu ekor sapi mati. Tidak apa-apa. Mereka mengambil pelajaran, ternyata sapi itu butuh minum. Sekarang sapinya sudah banyak beranak. Jagungnya sudah luas. Dulunya mereka nomaden. Berpindah-pindah, tapi tidak punya lahan. Kita berikan tanah sebagai lahan pemukiman dan pertanian peternakan. Lalu mereka membentuk masyarakat. Salah satu dari mereka dipilih menjadi kepala desa,” ungkapnya.
Di wilayah 3T lainnya, MPM bekerjasama dengan Lazismu menyalurkan listrik gratis. “Di sana listrik tidak ada. Ada kader Muhammadiyah sangat semangat. Dia sms saya, ‘saya dicalonkan sebagai kepala desa, bagaimana’,” cerita Yamin.
Di luar negeri, Muhammadiyah juga hadir bagi para buruh. PCIM hadir di sana seperti di Malaysia. “Di sana ada satu kampung yang orang Lamongan semua. Satu kampung buruh migran, tetapi kaya raya. Uangnya mengalir ke kampung. Di kampung, rumah mereka besar-besar. Jadinya Muhammadiyah hadir di sana,” tuturnya.
Keenam, bagi industri kecil dan menengah (UMKM). Selain mendampingi dalam proses produksi, MPM juga membuat pasar online, Kedaimu.com. Di situ semua produk dampingan Muhammadiyah dipasarkan.
“Apa yang perlu kita lakukan. Al-maun, orang yang mendustakan agama adalah yang diam tidak berbuat apapun. Al-Maun menyebut orang yang mendustakan agama itu yang tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Menganjurkan saja tidak, apalagi melakukan. Bagaimana caranya menganjurkan. Bisa personal atau kolektif, melalui organisasi,” jelas Yamin.
Secara professional , kata Yamin, dengan proaktif menyambungkan antara orang yang berkecukupan dengan yang membutuhkan. “Di Indonesia bantuan sering salah sasaran. Tanggung jawab institusi, manakala ada organisasi, namun membiarkan anggota dan orang di sekitarnya miskin,” kata Yamin.
Bahkan, sebagai bentuk tanggung jawab kolektif, Negara bisa dicap mendustakan agama jika tidak melakukan tindakan yang pro rakyat, mensejahterakan rakyat. “Tapi kalau ternyata kebijakan anggarannya tidak berpihak kepada rakyat maka itu mendustakan agama,” terang Yamin.
Di luar semua itu, Muhammadiyah wilayah dan daerah juga melakukan dakwah pemberdayaan dan pendampingan yang menyasar kaum new-mustadl’afin. Seperti mengubah kampung prostitusi Kremil dan Krembangan menjadi kampung Muhammadiyah. Bahkan, sekarang MPM juga sedang melakukan kegiatan restorasi hutan tropis Berau Kalimantan menjadi hutan yang menjaga lingkungan sekaligus berdaya ekonomi. (Ribas)