Suara Muhammadiyah.- Sejarah langka pemilihan presiden Amerika Serikat terulang kembali. Dalam pilpres AS,situasi langka bisa terjadi di mana kandidat dengan suara pemilih terbanyak (populer) kalah oleh kandidat dengan suara lebih rendah, namun unggul dalam electoral votes.Pernah terjadi di tahun 2000, saat Al Gore dari partai Demokrat menang dalam suara populer, tapi kalah dengan George W Bush dari Republik yang meraup electoral votes lebih banyak.Sekarang, di tahun 2016 Donald Trump kandidat yang sama-sama dari Republik memenangi pilpres dengan unggul di electoral votes, meski suara populer kalah dengan pesaingnya dari Demokrat, Hillary Clinton.
Pilpres AS memiliki sisi unik di mana presiden terpilih bukan karena unggul dalam suara populer, tetapi karena meraih electoral votes terbanyak.Electoral collegemerupakan badan perwakilan yang memilih pemenang pemilu di AS. Badan itu terdiri dari sejumlah elector di setiap negara bagian. Jumlah elector berbeda-beda tergantung populasi masing-masing negara bagian.
Pemenang electoral votes di sebuah negara bagian, akan memperoleh semua jumlah elector, meskipun hanya unggul satu suara. Untuk menjadi presiden, dibutuhkan minimal 270 electoral votes.
Saat ini, Hillary, wakil Demokrat, meraih total 60.467.601 suara, sementara Trump, wakil Republik,tertinggal hampir 400 ribu suara dengan perolehan 60.072.551 suara. Namun Trump berhasil meraih 290 electoral votes dan Hillary hanya meraih 228 electoral votes. Akhirnya, meski lebih banyak rakyat AS memilih Hillary, pemenang pilpres kali ini adalah Trump dengan electoral votes terbanyak.
Kejadian ini juga terjadi saat pilpres AS tahun 2000.Al Gore, kandidat presiden dari Partai Demokrat, meraih total 50,999,897 suara. Sementara itu, rivalnya, George W Bush dari Republik hanya memperoleh 50,456,002 suara.Tertinggal 500 ribu lebih suara dari Gore. Namun, Bush memenangkan kursi kepresidenan dengan meraih 271 electoral votes, sementara Gore kalah 5 poin dari Bush, yakni 266 electoral votes (Azis)