YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah— Guru besar Asosiasi Studi dan Penelitian Agama Indonesia, Prof Alef Theria Wasim menyatakan bahwa dinamika antara umat Islam dan Kristen akan selalu ada. Dialog antar kedua belah pihak kadang tidak cukup berhasil untuk menyelesaikan. Konflik yang diatasi dengan proses integrasi kembali pada akhirnya juga akan tetap memunculkan konflik baru di lain waktu.
“Dialog tidak berhasil karena di belakangnya ada pihak ketiga. Dalam hal ini ada agama kuat, yang meskipun minoritas, yaitu Yahudi,” ujar Alef dalam Focus Group Discussion dengan tema ‘Relasi Antar Umat Beragama di Indonesia’, Selasa, 15 November 2016, di ruang sidang direktur pascasarjana UMY.
Menurutnya, dalam kasus apapun kegagalan dialog sering disebabkan oleh kekuatan invisible hand. Kekuatan tidak terlihat itu bermuara pada tiga hal penting yang tidak bisa dipisahkan, yaitu agama, politik dan ekonomi.
“Agama bisa mempolitiki dan sebaliknya agama juga dipolitiki,” tutur pengajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.
Alef mencontohkan kekuatan umat Yahudi. Menurutnya, Yahudi minoritas, namun menguasai politik ekonomi dan ekonomi politik, sehingga mereka bisa menguasai dunia.
Di saat yang sama, umat Islam dan Kristen sebutnya sering berkonflik urusan agama. Akibatnya, dua bidang lain, yaitu politik dan ekonomi berhasil dikuasai penuh oleh Yahudi. Untuk membangun dialog dan keharmonisan kembali antara Islam dan Kristen, perlu melibatkan tiga hal itu.
Jika umat Islam ingin bangkit sebut Alef, maka yang harus dikuasai adalah politik ekonomi dan ekonomi politik itu. “Ahok itu pintar. Dia kuat karena politik ekonomi dan ekonomi politik,” ujarnya menanggapi kasus terkini di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Alef mengingatkan bahwa kematangan harmonisasi antar agama salah satunya dikarenakan oleh adanya tantangan dan dinamika yang terjadi. Di setiap tempat dan waktu, dinamika ini tentu berbeda-beda (Ribas).