YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Tidak dapat dipungkiri, bahwa Arsip dan dokumen memiliki peran signifikan bagi sebuah persyarikatan dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Hal tersebut diungkapkan oleh Abdul Munir Mulkhan, Sejarawan Muhammadiyah sembari melanjutkan bahwa konsekuensi bagi aktivis persyarikatan yang tidak akrab dengan arsip dan dokumen mereka tidak akan paham akan jati diri gerakan.
“Akibat yang dapat muncul karena para aktivis Muhammadiyah kurang akrab dengan arsip dan dokumen persyarikatan adalah munculnya sikap penolakan terhadap jati diri gerakan itu sendiri,” tutur Munir Mulkhan dalam Diskusi ‘Muhammadiyah dalam Lorong Waktu’ : Urgensi Arsip bagi Persyarikatan Muhammadiyah di lantai dasar Masjid KH Ahmad Dahlan, Jum’at (18/11).
Sayangnya, lanjut Munir Mulkhan, selama ini belum ada tata kelola pengarsipan yang memadai di Muhammadiyah.
Salah satu contoh yang diberikan oleh Munir Mulkhan adalah bahwa dalam dokumen-dokumen lama, Muhammadiyah menyebutkan keberadaan klasifikasi 3 jenis anggota Muhammadiyah di antaranya adalah anggota biasa, Istimewa dan donator. Anggota Istimewa dan Donator sendiri terbuka bagi mereka yang memiliki ketertarikan dengan gerakan Muhammadiyah, baik yang non Muslim ataupun non pribumi. Ini menjadi contoh, bahwa tanpa adanya dokumen tersebut, maka para penerus persyarikatan tidak akan mengerti akan salah satu hal mendasar dalam gerakan Muhammadiyah.
“Tanpa adanya arsip-arsip seperti itu, Muhammadiyah tidak paham hal itu, bagai anak ayam kehilangan induknya. Gagal memahami jati diri gerakannya sendiri bagai malin kundang yang tidak mau menerima kenyataan dirinya sendiri,” imbuhnya.
Contoh lain yang disebutkan oleh Munir Mulkhan adalah bahwa berdasarkan pengamatannya, terdapat dokumen yang mengatakan bahwa aksi-aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah melalui rumah sakit murni atas nama kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan Muhammadiyah tidak memiliki tujuan untuk mengubah mereka yang tidak Muhammadiyah menjadi Muhammadiyah, ataupun yang non-Muslim untuk masuk Islam. Dokumen yang merupakan amanat Muhammadiyah pada tahun 1929 ini yang kemudian disebut oleh Munir Mulkhan sebagai asas PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat) yang kini disebut sebagai PKU.
Ia pun mengutip apa yang dikatakan oleh Prof Kuntowijoyo bahwa, “Tanpa adanya Arsip tersebut, gerakan Muhammadiyah akan memasuki lorong labirin yang membingungkan,” kata Munir Mulkhan (Th).