Muhammadiyah; Dari Memurnikan ke Mempertahankan Islam

Muhammadiyah; Dari Memurnikan ke Mempertahankan Islam

Judul Buku: Gerakan Muhammadiyah Memurnikan Ajaran Islam

Penulis: James L. Peacock

Dimensi: 14×21 cm

Tebal: 180 halaman

Penerbit: Penerbit Suara Muhammadiyah

Harga: Rp 45.000    —

Dalam buku ini, Peacock dengan yakin menyatakan bahwa Muhammadiyah “… merupakan pergerakan Islam terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara, mungkin di seluruh dunia Islam”, dan ‘Aisyiyah sebagai “… pergerakan perempuan Islam paling dinamis di dunia”.

Pernyataan ini jelas luar biasa. Karena dalam kapasitasnya sebagai penelit, Peacock sempat menyebutkan bahwa “Agama saya adalah Antropologi” dan dengan demikian objektivitas merupakan “syahadatnya”, dan “karya ilmiah” adalah ibadahnya.

Barangkali tuturan Peacock memang benar adanya, dan dengan demikian hal itu menunjukkan betapa majunya Muhammadiyah, bahkan pada beberapa dekade yang lampau. Hal itu dibuktikan dengan kehadiran ribuan AUM di seluruh Nusantara.

Sebagai pengamat asing, Prof. Peacock dapat digolongkan sebagai peneliti asing generasi salaf yang mengkaji tentang Muhammadiyah, setelah Petrus Blumberger (melalui sebuah artikel dalam Ezyklopadie van Nederladsch Oost-Indie) GF. Pijper (meskipun hanya sebagian), Howard M. Federspiel (dengan artikelnya dalam jurnal Indonesia), Palmier (1954), dan Nakamura (1977) tentunya.

Tidak lupa Peacock juga menjabarkan berbagai fakta yang kerap kali terlupakan—jika tidak tersembunyi—tentang hubungan Muhammadiyah dengan Ahmadiyah pada 1920-an, hubungannya dengan Sukarno di senjakala Orde Lama, hingga peran Muhammadiyah dalam normalisasi kehidupan bekas anggota (atau setidaknya simpatisan) PKI dengan cara mencerahkan sekaligus mengembalikan mereka ke garis lurus, latar belakang sesepuh Muhammadiyah Pekajangan, hingga intervensi pemerintah Orde Lama dan Orde Baru dalam kehidupan organisasi.

Dalam menuliskan penjelasannya Peacock menggunakan bahasa yang “ramah” dan mudah dimengerti sehingga, selain karena muatannya yang berbobot, buku ini menjadi semakin menarik.

Sebagai antropolog unggul, Peacock banyak membaca Muhammadiyah melalui berbagai aktivitasnya di titik-titik tertentu di Nusantara yang memiliki nuansa Muhammadiyah yang kental.

Dengan “senjatanya” itu, ia menjamah tempat-tempat seperti Makassar, Bima, Ternate, Padang Panjang, hingga Pekajangan dan membaca berbagai pola organisatoris Muhammadiyah yang ada di sana.

Demi mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai kegiatan, cita-cita, dan aktvitas Muhammadiyah, Peacock juga mendatangi Darul Arqam yang pada saat penelitiannya digelar di dekat Surakarta. Usaha sedemikian rupa sudah tentu memerlukan energi, niat, dan ghirah yang berlipat, tidak semua orang mampu melakukan penelitian sedetail itu.

Dalam buku Gerakan Muhammadiyah Memurnikan Ajaran Islam ini, Peacock banyak memperbandingkan gairah pembaharun yang diusung oleh Muhammadiyah dengan kasus etika Protestanisme yang digagas oleh Max Weber serta reformasi gereja. Yang menurutnya, terdapat kesamaan antara pola gerakan Muhammadiyah dengan kedua hal di atas.

Namun demikian, karena objektivitasnya, Peacock pun tidak ragu untuk menunjukkan beberapa kelemahan Muhammadiyah, setidaknya sejauh yang ia temukan pada dekade 1970-an.

Namun demikian, meski beberapa kritik itu sekarang dalam taraf tertentu tidak terlalu relevan lagi, mengingat semakin majunya langkah Muhammadiyah, tetapi setidaknya kita selalu dapat menyerap nilai positif kritik yang bersangkutan.

Buku ini juga dilengkapi oleh bagian“Penutup” (yang khusus dibuat oleh Peacock sendiri untuk edisi 2016 yang diterbitkan oleh Penerbit Suara Muhammadiyah), yang di situ Peacock menambahkan bahwa kini Muhammadiyah tidak dapat hanya dijelaskan dengan frasa memurnikan ajaran Islam (purifying the faith), karena menurutnya kiprah Muhammadiyah telah melampaui perkara itu.

Ia berpendapat bahwa frasa yang lebih tepat adalah mempertahankan ajaran Islam (sustaining the faith), karena menurutnya tugas Muhammadiyah kini menjadi lebih kompleks, salah satunya “menyuburkan ajaran Islam itu demi kebaikan dunia kita yang bertakhtakan keberagaman ini”.

Singkatnya, terlepas dari umurnya yang sudah tidak muda lagi, buku ini masih merupakan bacaan wajib bagi seluruh warga Muhammadiyah agar lebih dapat memahami sejarah perkembangan Muhammadiyah (aditya)

Exit mobile version