Haedar Nashir: Alam Pikir Liberal-Sekuler Telah Merasuk dalam Kehidupan Berbangsa

Haedar Nashir

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan baru. Berupa liberalisasi dalam berbagai bidang kehidupan. Kondisi yang tidak bisa dihindarkan ini harus ditanggapi dan disikapi dengan sebijak mungkin.

“Kini bangsa Indonesia sebenarnya tengah menghadapi tantangan baru berupa proses liberalisasi politik, ekonomi, sosial-budaya, serta alam pikiran dan orientasi hidup para warganya yang serba boleh,” tutur Haedar dalam pidato milad ke-104 Muhammadiyah, di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (17/11).

Akibat dari kondisi itu, kata Haedar, kehidupan publik manusia Indonesia menjadi cenderung egois, berorientasi materi, memuja kesenangan atau hedonis dan menerabas atau pragmatis. Lebih dari itu, akibat lainnya adalah menjadikan nilai baik dan buruk mulai tergerus dan mengalami pelemahan. Sehingga tidak sedikit yang bertindak gegabah dan semaunya sendiri. “Ketika aspirasi tidak terpenuhi, tidak jarang timbul tindakan-tindakan anarki,” papar Haedar.

Tidak hanya di ruang dunia nyata, namun juga di dunia maya. Kehadiran media sosial membawa dampak positif dan sekaligus dampak negatif. “Lebih-lebih dengan hadirnya dunia baru yakni media sosial. Relasi antar manusia menjadi cair dan sangat mudah. Tetapi pada saat yang sama menjadi gampang pula untuk melampiaskan amarah, memprovokasi, saling hujat, menyebar fitnah, merendahkan, menghina, dan menista satu sama lain,” kata Haedar.

Haedar mengingatkan supaya media sosial tidak mengubah alam pikir dan sikap hidup manusia modern menjadi insan modular. “Manusia semakin cenderung menjadi layaknya mesin atau robot yang kehilangan sentuhan rasa dan jiwa ruhani yang fithri,” tambahnya.

Dalam hal beragama, Haedar menyayangkan sikap memarjinalkan agama. Demokrasi dan hak asasi manusia seolah menjadi agama baru, sementara agama yang sesungguhnya dipandang sebagai sumber masalah. “Politik menjadi serba transnasional, ekonomi berkarakter kapitalistik, dan budaya populer yang berwajah sekuler,” ujar Haedar.

“Pada saat yang sama, ketika kecemasan terhadap paham liberal-sekuler menguat di sebagian kalangan umat beragama, tumbuh reaksi baru berupa kecenderungan beragama yang serba konservatif. Mulai tumbuh kecenderungan beragama yang jumud, kolot, radikal, dan kemajuan seperti pada era konservatisme agama di abad pertengahan di Barat atau zaman kejumudan Islam di masa silam,” tukas Haedar (Ribas).

Exit mobile version