JAKART, Suara Muhammadiyah – Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian kembali menyambangi kantor PP Muhammadiyah, Rabu (23/11). Pertemuan antara Kapolri Tito dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir itu berlangsung tertutup.
Pertemuan itu hanya silaturahmi biasa, seraya mendiskusikan persoalan deradikalisasi dan kelanjutan kasus Ahok. Hal itu disampaikan Haedar usai menerima kedatangan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/11).
“Tadi silaturahim biasa, kita punya banyak program, bagaimana sih menghadapi pemetaan deradikalisasi, radikalisasi, kita berdiskusi, perlu peta yang lebih komprehensif mengenai masalah ini,” kata Haedar
Selain itu, Haedar mengaku, pertemuan tadi tak melulu membicarakan persoalan yang serius. “Lalu kita ngobrol-ngobrol santai juga tidak terlalu ilmiah,” ujar Haedar yang sehari sebelumnya juga menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia.
Dalam pertemuan dengan Kapolri itu, juga dibahas mengenai situasi nasional dalam konteks penangan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan calon gubernur DKI petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Sejak mula kami Muhammadiyah, NU dan MUI, membawa aspirasi umat Islam untuk ke proses hukum dan alhamdulillah semuanya sudah di titik hukum,” ujarnya.
Lebih dari itu, Haedar juga mengaku pada pertemuan tadi terjadi pertukaran pandangan antara dirinya dan Kapolri mengenai proses hukum Ahok ini agar tetap berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku.
“Kami berbagi pandangan agar proses hukum ini tetap jalan dan sesuai dengan koridor hukum yang tegas, adil,” kata Haedar
Haedar juga mengungkapkan persamaan tugas Muhammadiyah dengan Polri. Ia juga memberikan perumpamaan bahwa antar-keduanya seperti bus kota. “Sesama bus kota jangan mendahului,” seloroh Haedar.
Bagi Haedar, arti dari ungkapan sesama bus kota jangan saling mendahului adalah bahwa Muhammadiyah dan Polri memiliki tugas untuk menjaga ketertiban dan menciptakan perdamaian di Indonesia.
“Dia (Kapolri) sudah tahu kalau kita masing-masing saling menjaga. Muhammadiyah jaga umat, Pak Tito jaga ketertiban. Sesama bus kota jangan mendahului,” ungkapnya.
“Jadi umat Islam, masyarakat luas yang mungkin masih ada pro-kontra, kepolisian, tentara, kita semua bertanggung jawab untuk bagaimana suasana yang sudah bagus ini tercipta lebih bagus lagi,” pungkas Haedar (Ribas).