YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Mahathir Global Peace and School (MGPS) ke-5 yang diselenggarakan atas kerjasama Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan Perdana Global Peace Foundation (PGPF), telah resmi dimulai pada hari ini Sabtu (26/11). Program MGPS ini menjadi salah satu wadah dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, MGPS pun selalu terbuka dengan banyak pihak, sehingga berbagai pendapat dari banyak kalangan mengenai perdamaian bisa saling disinergikan bersama.
Karena itulah, pada program MGPS ke-5 ini, para peserta MGPS diajak untuk mengunjungi Pesantren Tebu Ireng, Jawa Timur, sebagai salah satu pesantren tertua di Indonesia. Pada kunjungan tersebut peserta akan diajak berdialog bersama para ulama dan para santri untuk lebih mengenal pendidikan Islam yang diajarkan di pesantren tersebut. Selain itu, mereka juga bisa berdialog mengenai peran pesantren dan ulama dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di Indonesia.
Seperti yang dikatakan oleh Kepala Sekolah MGPS, Hilman Latief, Ph. D saat diwawancarai pada Sabtu (26/11), Hilman mengatakan bahwa Pesantren Tebu Ireng merupakan salah satu pesantren yang telah memberikan konstribusi dan sumbangan baik kepada masyarakat, terutama dalam pendidikan Islam di Indonesia. “Pada kegiatan MGPS di hari pertama ini, peserta diajak untuk berdialog langsung dengan pelaku, seperti guru-guru dan ulama maupun santri, bukan pengamat pendidikan. Sebagai pesantren yang telah memberikan konstribusi terkait pendidikan, peserta dari berbagai negara juga akan mengetahui bagaimana bentuk pendidikan yang diterapkan di pesantren tersebut,” ujarnya.
Pesantren Tebu Ireng menurut Hilman juga memiliki lembaga pendidikan Islam yang berbasis tradisionalis. Dalam penjelasannya, alasan dipilihnya Tebu Ireng sebagai kunjungan dalam kegiatan MGPS tersebut karena memiliki historis panjang terkait pendidikan yang diterapkan di Indonesia. “Tebu Ireng secara historis punya sejarah panjang, ini karena tokoh-tokoh NU (Nahdlatul Ulama, red) banyak lahir di sana dan NU juga berdiri di situ. Selain itu, secara geneologi pesantren itu punya sejarah yang kuat terkait dengan pendiri NU, dan menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia,” paparnya.
Hilman juga menambahkan bahwa pesantren yang merupakan basis pendidikan Islam, sejatinya juga mengajarkan tentang nilai-nilai perdamaian. Karena itu, peserta MGPS dirasa tepat jika bisa belajar langsung mengenai peran pesantren yang juga ikut berkontribusi dalam perdamaian. “Peserta di sini bisa belajar, bagaimana sebenarnya pendidikan Islam itu juga bisa mengajarkan nilai-nilai perdamaian. Peserta akan diajak berdialog terkait isu-isu saat ini, seperti isu radikal, perdamaian, maupun isu terkait kekerasan. Saya kira Tebu Ireng punya pengalaman panjang dengan santri-santrinya. Kunjungan ini bisa dijadikan sebagai pengayaan, peserta juga dapat memperkaya pengalaman dan wawasannya,” tutup Hilman (hv).