Aspirasi Umat Islam dan Agenda ke Depan

umat islam

Aksi 212 di Jakarta Dok Liputan 6

Demo umat Islam menentang penistaan agama yang dilakukan pada Jum’at 4 November 2011 di Jakarta alhamdulillah berjalan damai. Inilah demo terbesar pasca reformasi yang di luar dugaan banyak pihak, termasuk di luar hitungan para pimpinan demo sendiri.

Muaranya tentu jelas, karena menyangkut perasaan akidah umat yang terusik, sehingga menggetarkan setiap orang untuk unjukrasa.

Muhammadiyah melalui Pimpinan Pusat memang tidak terlibat secara kelembagaan dan tidak membolehkan penggunaan atribut organisasi, tapi memberi keleluasaan para warganya untuk ikut aksi sebagai hak politik demokrasi. Sikap Muhammadyah tersebut pertimbangannya matang agar kalau terjadi apa-apa atribut organisasi sebagai simbol penting tidak berserakan dan menjadi sampah. Selain itu diperoleh kabar, demo tersebut milik umat keseluruhan, sehingga tidak dibenarkan masing-masing komponen memngibarkan atribut sendiri. Ketiga, pertimbangan-pertimbang lain yang bersifat taktis.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah sendiri bersama Majelis Ulama Indonesia dan Nahdlatul Ulama ketika diundang Presiden ke Istana Negara pada 1 November 2016 secara serempak mendukung demo dan menyatakan sebagai aspirasi demokratis dari umat Islam. Semula pemerintah cenderung tidak menghemdaki demo dan memiliki sikap kurang positif karena dikhawatirkan ricuh dan memaksakan kehendak. Tetapi ketiga organisasi tertinggi umat Islam itu meyakinkan bahwa demo akan berjalan damai dan tidak akan bisa dihalangi oleh siapapun karena menyangkut kehormatan akidah umat. Setelah itu pemerintah dan pihak keamanan pun menjadi paham akan aspirasi umat Islam.
Bahwa di penghujung demo terjadi kerusuhan, tentu disesalkan semua pihak. Boleh jadi ada pihak tertentu yang memanfaatkan situasi untuk ricuh atau juga untuk kepentingan politik. Tetapi secara umum demo berlangsung baik dan memberi tekanan kuat kepada pemerintah khususnya kepolisian untuk memproses secara hukum penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dengan tegas, cepat, dan transparan.

Presiden sendiri menunjukkan komitmennya untuk tidak melakukan intervensi atas kasus tersebut sebagaimana disampaikan ketika menerima ketiga organisasi Islam terbesar itu di Istana. Bahkan, tatkala bersilaturahim ke PP Muhammasiyah 8 November 2016, Presiden secara tegas menyatakan tidak akan melindungi Basuki Tjahaya Purnama. Suatu pernyataan yang sangat tegas dan memgejutkan publik.

Peran Muhammadiyah melalui jalur silaturahim dan diplomasi sangat penting. Di pertemuan dengan Muhammadiyah itu Presiden bahkan menyatakan pentingnya aspirasi politik Islam dan usaha memecahkan kesenjangan ekonomi rakyat sebagai agenda yang harus dicarikan langkah bersama, yang tidak ada dalam pertemuan dengan ormas-ormas lain.
Pasca demo tentu bagaimana mengawal proses hukum. Semua umat Islam berharap agar hukum ditegakkan adil dan tanpa pandang bulu, serta tidak berbelok arah atau pengalami pengaburan. Hingga SM edisi ini naik cetak, tentu belum diperoleh keputusan hukum mengenai perkara penistaan agama ini. Hal terpenting bahwa umat Islam telah menunjukkan sikap keagamaannya yang tegas, dengan beragam cara dan artikulasi yang memyuarakan aspirasi. Sekali aspirasi umat terabaikan dan dicederai, maka tentu akan menimbulkan luka batin umat yang mendalam. Sebaliknya jika terpenuhi maka menjadi suatu proses hukum yang penting, karena umat tidak rela akidahnya dinista oleh siapapun.

Pasca demo dan peristiwa nasional itu tentu umat Islam harus terus bergerak membangun diri. Berbagai persoalan masih melilit umat terbesar ini seperti masalah marjinalisasi kemampuan ekonomi, politik, dan budaya yang akan menggerus kekuatan Islam. Pekerjaan rumah umat Islam dari hal praksis hingga strategis terlalu banyak yang harus diselesaikan.

Maka, pasca peristiwa demo damai yang fenomenal itu terentang agenda dan tantangan umat bagaimana merancang-bangun agar menjadi kekuatan yang unggul dan berdayatawar tinggi di negeri ini (hns)

Exit mobile version