Suara Muhammadiyah – Pesawat sudah siap berangkat dan sejak awal pramugari mengingatkan agar alat elektronik yang memancarkan fitur seperti telepon genggam dan sejenisnya untuk dimatikan. Sebagian orang tetap asyik dengan telepon selulernnya, ada yang ber-SMS dan br-WA sampai bermain game. Pramugari kembali mengingatkan dan begitu pesawat mau take-off baru orang-orang mematikan alat digital itu.
Sungguh sulitkah benda kecil yang satu ini dimatikan hatta ketika peraturan penerbangan memang melarang untuk dipergunakan karena dapat mengganggu navigasi penerbangan yang dapat membahayakan penumpang sendiri? Sungguh aneh, benda ini demikian lekat dan seolah sulit dipisahkan dari para pemiliknya, padahal membahayakan.
Hampir menjadi pemandangan umum di mana-mana di sudut negeri ini. Orang-orang menggunakan handphone atau telepon genggam bukan hanya ketika peswat hendak lepas landas dan pada saat baru saja mendarat. Ketika berkendaraan roda empat dan speda motor pun tak kurang maraknya. Orang Indonesia seolah sangat ahli menggunakan telepon denggam pada saat mengendarai speda motor atau sambil menyetir mobil. Sunggun piawai, sekaligus konyol. Tidak ingatkah mereka akan keselamatan diri dan orang lain dari perbuatannya itu?
Tapi itulah yang terjadi dan menjadi perangai meluas di negeri ini. Telepon seluler yang satu ini sungguh menjadi alat hidup, bukan lagi benda mati, yang sulit sekali dipisahkan dari pemiliknya. Di seluruh dunia tentu benda ini memang menjadi alat yang menyatu dengan kehidupan manusia dan manfaatnya sangatlah besar. Namun, ketika digunakan pada saat-saat yang mengancam keselelamatan dan memang dilarang penggunaannya sungguh merupakan tindakan bodoh. Mungkin hanya di negeri ini perilaku naif seperti ini banyak dilakukan orang.
Belum terhirung hal-hal janggal lainnya dari penggunaan benda elektronik yang ini. Anak-anak kecil begitu keranjingan dan sangat piawai menggunakan benda canggih generasi keempat ini. Padahal isinya sungguh bermacam-macam dari yang baik-baik hingga yang sangat buruk dan merusak jiwa kalau tak ada edukasi dalam menggunakannya. Musim ujian malah dipakai untuk menyontek. Belum termasuk kecurangan yang lain seperti menipu, menjerat orang, dan segala bentuk kejahatan yang merugikan pihak lain.
Dalam pergaulan sehari-hari pun kehadiran telepon genggam ini tidak sedikit menimbulkan gangguan dan keganjilan. Orang-orang seperti suami istri maupun sahabat atau siapapun yang saling kenal, satu sama lain bukan berinteraksi dengan mengobrol atau apapun layaknya manusia hidup bersama. Mereka malah asyik sendiri-sendiri seakan di sampingnya tidak ada siapapun. Satu sama lain seolah terasing dari sekitar. Saksikan betapa orang sering tersenyum dan tertawa sendiri dalam keasyikannya menggunakan benda mati yang sangat digemari manusia modern itu.
Benda elektronik yang satu ini bahkan sering mengganggu suasana rapat, ketika bertamu atau menerima tamu, pada acara-acara yang memerlukan suasana tenang, bahkan di kala shalat atau beribadah. Penggunanya seolah sudah mati rasa. Dentum ringtone musik dari alat ini kadang terdengar tatkala orang shalat atau beribadah, yang tentu saja mengganggu kekhusyukan. Kenapa benda ini begitu sulit dimatikan atau dibikin silent oleh pemiliknya. Inilah era zaman ketika manusia dikendalikan teknologi.
Rupanya insan modern sudah terjangkiti virus digital untuk menjadi manusia andeoid, yang hidupnya memang sulit lepas dari pengaruh benda elektronik yang multifungsi ini. Manusia android ialah manusia yang jiwa, pikir, dan perilakunya sudah sulit dipisahkan dari dan bahkan dikendalikan oleh alat elektronik yang mengandung sistem operasi untuk perangkat telepon seluler, yang dikembangkan oleh Google. Android juga mengandung makna robot yang dibikin menyerupai manusia. Intinya, manusia yang dirinya sudah terenggut oleh benda elektronik yang supercanggih sehingga menjelma menjadi insan modular, demikian menurut Alvin Toffler. (Haedar Nashir)