YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Bersamaan dengan kegiatan pengajian Ahad Inspiratif, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengadakan acara peringatan Hari Disabilitas Internasional dan Launching Komunitas Sahabat Difabel, Ahad (18/12).
Wakil Ketua MPM, Sarjito mengajak peserta yang hadir untuk menyadari bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama. Tidak ada perbedaan antara yang berbeda latar belakang suku, ras, warna kulit, agama. Termasuk tidak ada pengkhususan bagi orang yang normal dan yang terlahir sebagai penyandang disabilitas. “Kita semua adalah sama,” ujar wakil rector Universitas Muhammadiyah Surakarta itu.
Sarjito mengutip QS. Al-Hujurat (49): 13. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Menurut Sarjito, ayat itu menegaskan bahwa pada dasarnya perbedaan yang ada pada diri manusia memiliki hikmah supaya manusia saling mengenal. “Tidak ada yang istimewa. Ganteng, cantik belum tentu istimewa. Yang memiliki kelebihan adalah yang paling bertaqwa,” ujarnya.
Menyadari hal itu, MPM Muhammadiyah menggalakkan dakwah pemberdayaan di komunitas difabel dalam rangka menggugah kepedulian kepada sesama. “Melalui MPM, kami menggugah seluruh wilayah, daerah hingga cabang dan ranting untuk menjadi pelopor kepedulian bagi sesama,” tuturnya.
Senada, ketua PP Aisyiyah Latifah Iskandar menyatakan bahwa peringatan hari Disabilitas Internasional salah satu urgensinya adalah untuk menyadarkan tentang pentingnya kepedulian pada sesama.
Kekurangan yang dimiliki oleh sebagian orang, kata Latifah, bukanlah berarti orang itu kurang dan boleh untuk pesimis dan putus asa. Karena kekurangan itu merupakan takdir. Jika disuruh memilih, tentu tidak ada seorang pun yang akan memilih untuk hidup dalam kekurangan. “Tidak bias mendengar bukan berarti kurang,” urainya.
Latifah juga mengingatkan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad pernah ditegur oleh Allah dikarenakan sikap bermuka masam kepada salah seorang sahabat yang tuna netra. Kekhilafan Nabi ini kemudian ditegur oleh Allah dengan turunnya surat Abasa. Hal ini menunjukkan pentingnya sikap hidup inklusi dengan para penyandang disabilitas (Ribas).