YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah— Maraknya kasus klithih yang menjurus kepada perilaku kriminal serta berujung hilangya nyawa seorang pelajar di Yogyakarta akhir-akhir ini disebabbkan banyak faktor. Faktor paling mendasar adalah makin hilangnya perhatian publik akan dunia remaja di lingkungan sekitarnya. Hal ini disampaikan Hadi Suyono Direktur Clinik for Community Empowerment (CCE) Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Pers Conference, Rabu (21/12).
Hari ini, Hadi menanyakan, siapa sih yang perhatian kepada kehidupan remaja? Guru di sekolah sibuk dengan tugas administrasinya. Orang tua sibuk berjuang demi kelangsungan hidup keluarganya. Anggota dewan serta pejabat pemerintahan sibuk dengan kepentingan partai politiknya. Masayarakat pun kian acuh terhadap keseharian remaja di lingkunganya. “Maka wajar jika kemudian remaja, pelajar melakukan anarkisme klithih bahkan tindak kriminal, karena minimya perhatian dan kontrol masyarakat,” ucapnya.
Hal serupa juga disampaikan Rahmat Muhajir Dekan Fakultas Hukum UAD sekaligus Ketua Tim Advokasi Pelajar Korban Kejahatan Kekerasan (TAPK3) dalam forum siang itu. Menurutnya, upaya penjegahan perilaku khithih adalah tanggung jawab bersama semua pihak. Seluruh masayarakat harus berperan aktif dalam mengontrol dan mengarahkan anak remaja di lingkungan masing-masing. “Upaya penegakkan hukum atas perilaku klithih itu urusan pihak yang berwenang, tapi upaya pencegahan merupakan tanggung jawab bersama, terangnya.
Mengarahkan remaja kepada hal-hal baik, Trisno Raharjo Dekan Fakultas Hukum Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada pers conference yang dilangsungkan di UAD tersebut mengatakan, bisa dilakukan dalam banyak hal. Salah satunya dengan pendekatan minat dan bakat remaja. “Selama ini, masyarakat khususnya sekolah sudah melakukan pendekatan itu, tapi belum sistematis. Alhasil kegiatan yang digunakan untuk mengarahkan itu hanya bersifat musiman,” tutur Dekan Fakultas Hukum UMY tersebut (gsh).