KEPANJEN, Suara Muhammadiyah – Terlahir dengan kondisi fisik yang berbeda bukan berarti sia-sia dan tidak ada makna. Sebaliknya, jika tetap dijalani dengan penuh motivasi, bukan tidak mungkinkan kekurangan yang dialami sejak lahir menjadi sebuah hal yang membanggakan.
llyas Rachman Riyandhani contohnya, remaja yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) siswa SMP Muhammadiyah 2 Kota Malang ini menjadi pebulu tangkis berprestasi. Dengan kekurangan pendengaran yang dialaminya, remaja ini telah mampu memenuhi rumah orang tuanya dengan puluhan medali emas.
“Dari berbagai prestasi juara bulu tangkis yang dimenanginya, Ilyas kini mengoleksi 30 an medali. Medali emas sudah mencapai 20 jumlahnya,” demikian Ilyas Rachman dengan bahasa isyarat tangannya didampingi sang Ibu Andriani.
Sejumlah prestasi peringkat 1 yang diraihnya diantaranya dari ajang Paralympic di Balikpapan saat ia masih duduk di kelas 5 SD. Selanjutnya, di ajang Pekan Paralympic Pelajar Nasional di Jakarta ia meraih medali perak. Pada 2015 lalu, ia kembali mengikuti ajang serupa tingkat nasional di Bandung dan mendapatkan medali emas.
Bahkan, di ajang Paparnas setara PON di Bandung beberapa waktu lalu, ia meraih dua medali emas, dari nomor single dan double berpasangan dengann Andre, pebulu tangkis asal Sidoarjo. Pada 2017 mendatang, Ilyas juga siap bersaing di ajang Paralympic Games di Solo.
Purba Wisata, manajer puslat usia dini PBSI Kabupaten Malang yang turut melatih Ilyas mengungkapkan, saat POR SD 2011 Jatim, ia sudah turun berkecimpung untuk pertama kalinya. Saat itu, ilyas masih finish peringkat 16. Saat kelas 4 ia main di ajang O2SN Jatim dan meraih juara harapan 3. Setahun berikutnya prestasi Ilyas meningkat menjadi juara 3 di ajang yang sama.
Sementara, Andriani, ibunda Ilyas Rachman menuturkan, Ilyas mengenal bulu tangkis sejak berusia sekitar 5,5 tahun. Kala itu ia sering ikut mengantar kakaknya yang juga berlatih cabang olah raga ini. Kesukaannya pada bulu tangkis pun semakin terlihat saat ia memasuki kelas III SD. Sadar memiliki potensi, Andriani pun didatangi pelatih yang melihat kemampuan Ilyas bermain bulu tangkis.
“Keluhan pelatih pasti ada pada komunikasi, apalagi usia emosinya masih labil. Tapi Ilyas termasuk penurut, ia juga bisa latihan sendiri di rumah,” lanjut perempuan berjilbab ini.
Awal-awal latihan ia masih kerap dibujuk, sekarang latihan jadi kebutuhannya. Sebagai orang tua, Andriani pun sangat mendukung, karena menurutnya dengan kegiatan olahraga justru dijadikan sarana memenuhi kebutuhan sosialisasi sang anak.
“Awal bertanding di depan umum, ia sempat minder. Tetapi kami terus support bahwa ia tetap bisa layaknya atlet lainnya. Intinya orang tua juga sesering mungkin kasih support dan motivasi,” imbuhnya.
Terpisah, guru pembimbing khusus inklusi di SMPM 2 Kota Malang Rizki Eka Pratiwi mengungkapkan, dari belasan siswa ABK di sekolahnya, selama ini belum ada yang sudah berpreatasi selevel Ilyas. Ini karena anak didik sekolah inklusi khususnya di kota Malang belum banyak mendapatkan kesempatan untuk menguji bakat dan mengikuti lomba-lomba di tingkat provinsi bahkan nasional. Terlebih, menurutnya ajang seperti O2SN/FLS2N khusus difabel saja masih terbatas bagi siswa SLB saja.
Meski begitu, peserta didik inklusi di tempatnya pernah sekali mengikuti, namun hanya sampai level kota saja.
“Kami dari sekolah inklusi tetap mengusahakan supaya anak-anak ABK tetap bisa berprestasi melalui berbagai even lomba reguler,” tegas perempuan yang akrab disapa Bu Kiki ini (amin).