Menagih Komitmen Keadilan Agraria untuk Rakyat

Menagih Komitmen Keadilan Agraria untuk Rakyat

JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Bertempat di Auditorium Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng Raya Jakarta, Selasa (20/12), LHKP PP Muhammadiyah bekerja sama dengan KontraS, ICW, dan Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria menggelar diskusi media, bertema ‘Menagih Komitmen Keadilan Agraria untuk Rakyat.’

Ketua PP Muhammadiyah bidang Hukum HAM dan Kebijakan Publik, Busyro Muqaddas, yang menjadi keynote speech dalam acara itu menyatakan bahwa saat ini masih banyak permasalahan ketidakadilan dalam hal agraria. Ketidakadilan itu terutama dirasakan oleh mayoritas pribumi yang justru didasari oleh kebijakan pemerintah.

Kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat lemah (mustadl’afun) itu terjadi di sejumlah daerah, melalui kebijakan tata ruang yang lebih berpihak pada pemodal. “Kebijakan nasional maupun daerah tidak selalu konsisten dan mendukung nilai-nilai ideologis demokratis dalam UU Pokok Agraria. Kebijakan yang diambil justru bergerak pada langkah-langkah yang mudah ditenggarai menyimpang dari prinsip-prinsip moralitas konstitusi dasar, dalam hal ini UUD 1945,” tuturnya.

Pernyataan mantan ketua KPK itu diindikasikan dengan fakta adanya izin tata ruang yang tidak hanya menjadi otoritas tunggal dari birokrasi, tapi juga dipengaruhi elit politik dan elit korporasi bisnis. Buntutnya adalah terjadi segitiga timpang. Yaitu antara negara, privat sektor (pemodal), dan civil society. Dari ketiga elemen itu, kebijakan lebih ditentukan oleh negara dan privat sector, bukan oleh rakyat.

Para pengelola negara, ujar Busyro, telah kehilangan kesadaran bahwa negeri ini dideklarasikan oleh rakyat. “Karenanya di dalam UU itu dinyatakan berkedaulatan rakyat, bukan negara, bukan pemodal. Pemodal dan pebisnis punya hak tapi proposional. Tapi prakteknya tidak. Ini merupakan tragedi berkepanjangan,” tandasnya.

Baca: Yuk, Kenali Kantong Kemiskinan Objek Dakwah Pemberdayaan Muhammadiyah

Senada, Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria, Iwan Nurdin yang menjadi salah satu pembicara, memaparkan temuan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2013 tentang ketimpangan di sector agraria. Sebanyak 0,2 persen orang menguasai 52 persen aset negara yang sebagian besar berupa tanah dan kekayaan sumber daya alam.

Iwan menyinggung tentang rencana pemerintah yang akan melakukan reforma agraria seluas 9 juta hektar. 4,5 hektar di antaranya berupa sertifikasi aset dan sisanya berupa redistribusi. Menurutnya, kebijakan ini perlu dikritisi, karena legislasi atau sertifikasi bukan termasuk dalam ranah reforma agraria.

“Reforma agraria itu sekurang-kurangnya menyasar empat hal; pertama menyelesaikan konflik; kedua mengurangi ketimpangan; ketiga kesejahteraan dan keempat keberlanjutan lingkungan hidup,” ungkapnya.

Selain Busyro Muqoddas dan Iwan Nurdin, kegiatan itu juga menghadirkan Koordinator KontraS Haris Azhar serta ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo (Ribas).

Baca: Anwar Abbas: Pembangunan Ekonomi Harus Berpegang Pada Spirit Konstitusi

 

Exit mobile version