PCIM Pakistan Bedah Etika Pemberitaan Menurut al-Qur’an

PCIM Pakistan Bedah Etika Pemberitaan Menurut al-Qur’an

Ketua PCIM Pakistan Heri Purwanto Siddiq nomor 2 dari kanan (jaket hitam) bersama Sekretaris Jalaluddin Rumi, Dewan penasihat Ikhwan Mujahid, M.Sc, M.Phil. Ph.D (candidate), dan anggota PCIM Pakistan.

ISLAMABAD, Suara Muhammadiyah-Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pakistan mengadakan penutupan kegiatan 2016 kemarin (25/11) di kediaman Ustadz Ikhwan MujahidM.Sc, M.Phil. Ph.D (candidate), selaku dewan penasihat PCIM Pakistan. Diikuti sebagian besar oleh kalangan mahasiswa, acara tersebut juga membahas tentang etika menyikapi berbagai pemberitaan yang diterima berdasarkan Q.S. Annisa ayat 83.

“Suatu hal yang sudah menjadi trend di kalangan umat Islam saat ini adalah mudahnya men-share  berita atau kabar yang diterima kepada satu sama lain tanpa memperhatikan dari mana sumbernya juga tanpa mengklarifikasi bagaimana kebenaran berita tersebut,” papar Agus Hidayatullah. Hal yang demikian, tambahnya, menurut Imam Asy Syaukani adalah kelemahan umat muslim dalam menerima suatu kabar

Populernya sosial media yang sangat mudah dijangkau oleh setiap individu saat ini, menjadi salah satu faktor utama yang memudahkan tersebarnya berita-berita tanpa diketahui secara pasti kebenarannya (red: hoax).

Menurut Ibnu Katsir dan Ibnu Al jauzy, ayat ini menjelaskan tentang kisah Rasulullah SAW dan sahabatnya Umar bin Khattab yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Pada suatu ketika Rasulullah SAW sedang mengasingkan diri dari para istrinya, datanglah suatu berita yang sudah tersiar di kalangan masyarakat bahwasannya Rasulullah SAW telah menceraikan istri-istrinya yang pada akhirnya sampailah berita tersebut ke telinga Umar bin Khattab. “Tapi,  Umar bin Khattab sebagai sahabat nabi tidak langsung mempercayainya dan menanyakan kejelasan berita tersebut kepada Rasulullah SAW. Namun Rasulullah SAW menyangkal adanya berita tersebut,” lanjutnya.

Kisah ini menurut Agus, menunjukan kepada kita tentang sikap sahabat yaitu Umar bin Khattab yang segera mengklarifikasi berita yang ia dapatkan. “Secara tidak langsung Rasulullah menyuruh kita untuk selalu berhati-hati kepada segala berita yang didapat. Dalam ayat ini jelas sekali Allah SWT  memerintahkan hambaNya untuk bertabayyun yaitu mencari kebenaran suatu kabar sampai ke sumbernya dan menyerahkan perkara yang tidak diketahuinya itu kepada ‘ulil amri,” kata Agus.

Terang Agus, beberapa ulama berpendapat bahwasannya ulil amri dalam ayat ini adalah para pemimpin pasukan, ulama dan penguasa yang kompeten juga menguasai suatu masalah di bidang tertentu serta bisa memberikan pendapatnya dengan bijak.

Dalam hadits yang diriwiyatkan Imam Muslim disebutkan bahwa, “Cukuplah seseorang dianggap sebagai pembohong, jika dia menyampaikan setiap berita yang didengar”. Larangan dalam menyebarkan berita dengan tergesa-gesa, secara tidak langsung disebutkan dalam ayat ini, karena hal yang demikian akan menyebabkan keresahan, dan kegelisahan hati bahkan dapat memunculkan fitnah di kalangan masyarakat.

Bahkan sempat terlontar pendapat yang datang dari peserta diskusi agar sosial media yang sudah akrab di kalangan masyarakat sekarang  segera dihapuskan saja. Namun sebaliknya, Emha Saif menanggapi bahwa kita harus bisa mamanfaatkan hal positif dari sosial media tersebut dan menjadikannya sebagai media untuk ladang berdakwah.

Emha Saif pun dalam sesi yang berbeda menyampaikan tentang Hadits Arba’in ke 21. Dalam hadits Dari Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata : ” Aku telah berkata : ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu’. Bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Katakanlah : Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah kamu (H.R. Muslim). “Dalam hadits ini dijelaskan mengenai istiqamah dalam menjalani ajaran agama. istiqamah bukanlah perkara yang mudah, karena amalan ini berkenaan dengan hati, lisan dan tindakan. Namun tak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah tempat salah dan lupa. Adakalanya manusia salah, namun setelah itu dilanjtkan dengan istighfar dan kembali ke jalan yang lurus,” tukasnya.

Ustadz Ikhwan Mujahid, turut memaparkan bahwa kita sebagai seorang muslim harus selalu berpatokan kepada Al-Qur’an dan As-sunnah dalam bertindak. Tidak kalah pentingnya agar berhati-hati kepada politik pecah belah ummat. “Banyak pihak yang tidak suka dengan pergerakan umat islam, sehingga mereka mencoba untuk memecah belah umat Islam dengan segala cara mereka,” kata Ikhwan.

Sebagai calon da’i, menurutnya, harus memperhatikan metode da’wah yang benar. Salah satunya adalah dengan tidak mengangkat permasalahn khilafiyah di kalangan umum karena bisa berdampak kepada perpecahan umat. “Karena sesungguhnya seorang muslim itu adalah saudara bagi umat muslim yang lainnya,” tandas Ikhwan (Fahmi).

 

 

Exit mobile version