JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Setelah 71 tahun Indonesia merdeka, negara kepulauan terbesar ini masih belum sepenuhnya berdiri di atas kaki sendiri. Konsep Trisakti Bung Karno yakni ‘berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan’ masih belum terwujud sepenuhnya. Oleh karena itu, butuh konsep dan usaha bersama untuk mewujudkan hal itu.
Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah berharap bangsa Indonesia akan berdaulat dalam bidang pangan pada tahun 2017. Karena itu, MPM PP Muhammadiyah ikut melakukan berbagai upaya pemberdayaan masyarakat yang pada akhirnya melahirkan negara yang mandiri dan berdaulat. Gerakan itu dikemas dalam Jihad Kedaulatan Pangan.
Ketua MPM PP Muhammadiyah, M. Nurul Yamin menyatakan bahwa gerakan Jihad Kedaulatan Pangan bukan semata masalah kenyang dan lapar melainkan menggelorakan budaya pangan, ekonomi pangan dan politik pangan. Gerakan itu mencakup peningkatan produksinya maupun menggelorakan gerakan kembali bertani.
“Permasalahnya adalah menipisnya lahan pertanian, kualitas lahan pada tahap kritis karena pemakaian pupuk kimiawi, dan yang paling ironis adalah jumlah petani Indonesia menurun drastis,” kata Yamin saat memberi paparan di ‘Catatan Akhir Tahun, Membela Kaum Mustadhafin’, Kamis (29/12).
Tidak hanya itu, sudah sangat jarang ditemui petani yang masih berusia muda. Sehingga dikhawatirkan ke depan, sector pertanian justru ditinggalkan oleh masyarakat. “Gerakan kembali bertani sendiri akan bisa mengisi kekosongan regenerasi petani di Indonesia, yang lekat sebagai negara agraris,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia tidak hanya masih bergantung kepada impor dalam hal produk hasil pertanian, namun juga dalam hal benih dan obat-obatan bagi pertanian. “Penggunaan pupuk kimia oleh petani seakan sudah menjadi candu yang semakin tak terkendali,” tuturnya.
Pertanian di Indonesia juga semakin terancam dengan menipisnya lahan. Luas lahan pertanian di Indonesia terus berkurang dibandingkan negara-negara seperti Vietnam dan Thailand. “Kualitas lahan pun masuk ke tataran kritis, jumlah petani menurun drastis dan tinggal sekitar 27 juta pada sensus 2012, termasuk tidak adanya petani muda,” ujar Yamin.
Menurutnya, semua itu tidak akan bisa terwujud apabila tidak ada keberpihakan kepada petani-petani di Indonesia, yang tentu diwujudkan lewat kebijakan-kebijakan politik. Kebijakan politik tersebut dinilai akan memberikan ruang kepada petani-petani di Indonesia, yang selama ini justru sering disulitkan kebijakan politik.
Menurut Yamin, pertanian menjadi salah satu kantong kemiskinan di antara banyak kantong kemiskinan yang masih terdapat di sejumlah sektor. “Sektor itu ialah pertanian,nasib nelayan, akses bantuan bagi kaum mustadh’afin, HAM dan penyandang disabilitas, korupsi, pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan sosial,” kata Nurul Yamin (Ribas/Ro/Tm).