YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah— Ada dua problem besar yang dihadapi oleh umat Islam Indonesia. “ Dua-duanya sudah dua kali diangkat dalam Kongres Umat Islam yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pertama adalah degradasi akhlak, dan kedua persoalan ekonomi,” terang Yunahar Ilyas Wakil Ketua MUI Pusat pada Tabligh Akbar refleksi akhir tahun di masjid Syuhada Yogyakarta, Sabtu (31/12).
Menurutnya, akhlak ini dikelompokan menjadi tiga, yaitu akhlak pribadi, akhlak sosial, dan akhlak di ruang publik.
Akhlak pribadi bagi seorang muslim, sambung salah satu Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu, berarti tidak melakukan zina dan menjauhinya, tidak mencuri dan korupsi, tidak mabuk-mabukan dan mengonsumsi narkoba, tidak membunuh, tidak berbohong, dan tidak melakukan hal apapun yang dilarang agama.
Di Indonesia, kata Yunahar, pemberatasan Minuman Keras (miras) cukup masif dilakukan oleh pihak kepolisian. Puluhan bahkan ratusan ribu botol miras hasil razia sudah dimusnahkan polisi. Ia sangat mengapresiasi atas usaha kepolisian itu. Namun usaha ini, sambunya, tidak didukung penuh oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan yang ada sebatas pemetaan lokasi yang diperbolehkan menjual miras sesuai kadarnya, belum pada aturan untuk melarang peredaranya, atau penutupan bariknya. “Karenanya saya juga kasihan terhadap pihak kepolisian. Sebanyak apapun botol yang mereka sita, berapa kalipun melakukan razia, miras tidak akan habis karena pabriknya masih diperbolehkan beroprasi,” ucapnya.
Sedang akhlak sosial, paparnya, yaitu sejauh mana kita berbuat baik kepada tetangga dan masyarakat, peduli dhuafa, anak yatim, dan rakyat kecil. Menurutnya, kepedulian terhadap sesame bangsa Indonesia khsusnya umat Islam sudah jauh merosot. Masyarakat sekarang lebih banyak acuh tak acunya ketimbang rasa peduli. Bahkan sebaliknya justru berbuat pamer dihadapan orang-orang yang seharusnya dibantu dan ditolong itu.
Berikutnya, Yunahar melanjutkan, akhlak di ruang publik, yaitu berkaitan dengan kedisiplinan, kebersihan, dan menghargai waktu. Termasuk kebiasaan corat-coret, vandalism, di ruang publik yang marak di Indonesia. “Corat-coret di ruang publik itu bukan cerminan ekspresi, tapi melihatkan kemerosotan akhlak,” tegasnya.
Problem besar umat Islam Indonesia yang kedua, ungkapnya, adalah masalah ekonomi. Lebih serius lagi adalah masalah kesenjangan ekonomi. Menurutnya, kesenjangan ekonomi di Indonesia sudah di bawah kewajaran. 1% orang Indonesia menguasai 55% asset negara. Bahkan Di Jakarta, 11% orang yang menguasai 77% property di sana. Termasuk 85% lahan perkebunan di Indonesia yang hanya dimiliki oleh 25 orang saja.
5 tahun yang lalu saat menghadiri undangan bank Indonesia, Yunahar menceritakan, ia diberitahu bahwa terdapat 100 juta rekening yang ada di bank. Jumlah total uangnya mencapai 3000 triliun. 98% uang itu dimiliki 2% orang. Sedang sisanya adalah miliki nasabah lain yang jumlahnya puluhan juta orang. “Saya harap pemerintah melakukan terobosan-terobosan baru untuk mengatasi masalah serius ini, tuturnya.
“Sudah lima tahun terakhir PP Muhammadiyah melalui Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan membuat program untuk memerangi kesengjan ekonomi. Salah satunya adalah program mengumpulkan satu juta saudagar muslim. Tujuanya adalah untuk mendorong para saudagar bertraksaksi di pasar nasional dan bisa merebutnya dari tangan minoritas yang mengusai sebagian besar asset negara,” imbuh Ketua PP Muhammadiyah tersebut (Ilham/g).