YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Perwakilan petani Kendeng, Selasa (3/1), menemui ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1998-2005, Ahmad Syafii Maarif. Dalam pertemuan tersebut, Buya Syafii mendukung penuh langkah petani Kendeng yang menuntut pemberhentian semua proses pendirian pabrik semen di Rembang dengan cara yang demokratis.
Para petani yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) itu meminta dukungan moral dari Buya Syafii. Sehingga kasus ini bisa segera selesai dan tidak merugikan masyarakat petani. Lebih parah lagi, menimbulkan konflik sosial.
Menurut Buya, tuntutan rakyat Kendeng sangat realistis dan harus didengarkan oleh semua pihak yang berkepentingan. “Rakyat sudah bukan bodoh lagi. Rakyat sekarang semakin cerdas, dan Pemerintah harus senang dengan rakyatnya,” ujaran Buya.
Dikarenakan putusan MA telah memenangkan para petani, maka semua proses pendirian pabrik semen harus dihentikan demi hukum. “Hentikan proses pabrik semen di Rembang!” tegas Buya.
Bagi pihak yang terlibat dalam kasus yang berlarut-larut itu, Buya meminta siapa pun untuk menghormati putusan hukum yang sah. “Hormati hukum itu, sebab kalau tidak, dampaknya sangat buruk,” katanya.
Buya Syafii berharap keluhan rakyat itu ditangkap dan direspon secara positif. “Pemerintah, terutama pemerintah Jawa Tengah mohon berpikir ulang. Berpikir ulang untuk mematuhi keputusan MA,” tutur Buya Syafii.
Baca: Menagih Komitmen Keadilan Agraria untuk Rakyat
Sebelumnya, pada 5 Desember 2016, ratusan petani Kendeng dari Rembang, Pati, Blora dan Kudus melakukan aksi long march dari Rembang menuju kantor Gubernur Jawa Tengah. Perjalanan sejauh 150 km itu guna mendesak Gubernur Ganjar Pranowo mencabut izin lingkungan PT Semen Indonesia. Aksi ini bertujuan untuk mengawal keputusan Mahkamah Agung (MA) pada 5 Oktober 2016.
Bagi petani Kendeng, kehadiran pabrik semen bisa membawa bencana ekologis dan mengancam ruang hidup petani. Menimbulkan banyak mudharat bagi alam dan manusia. Penolakan para petani terhadap keberadaaan pabrik semen ini telah dimulai sejak 2014. Saat itu para petani membangun tenda di depan pintu masuk PT Semen Indonesia di Rembang.
Para petani juga menempuh jalur hukum. Pada April 2015, petani Kendeng juga melakukan gugatan terhadap PT Semen Indonesia di PTUN Semarang. Namun gugatan ini ditolak dengan alasan kadaluarsa. Pada November 2015, petani Kendeng kembali kalah di PTUN Surabaya.
Meski kalah di PTUN, para petani belum juga mau tunduk. Pada Oktober 2016, petani Kendeng akhirnya meraih kemenangan di Mahkamah Agung. Namun, keputusan MA ternyata tidak menghentikan niat PT Semen Indonesia membangun pabrik di Rembang (Ribas).
Baca: Trisula Abad Kedua; MDMC, MPM dan Lazismu Wakili Wajah Autentik Muhammadiyah