Muhammadiyah Mengajar

Kampus Mengajar

Foto Dok Ilustrasi

Oleh: David Efendi*

Ada pesan yang kuat, bagaimana kita tidak boleh menyepelekan pentingnya mimpi-mimpi dalam hidup kita. Dengan mimpi kita akan memaksimalkan usaha untuk meraihnya, dengan mimpi tidak ada alasan untuk bermalas-malasan. Mimpi akan menjadi kenyataan dengan usaha dan kerja keras sebagimana yang telah dibangun oleh sosok dan figur yang luar biasa yang bernama KHA Dahlan, pendiri Persyarikatan Muhammadiyah.

Muhammadiyah sebagai salah Organisasi Islam modern terbesar di Indonesia memiliki jumlah amal usaha mengejutkan tersebar di bidang pendidikan, kesehatan, dan yayasan sosial.

Dari data yang tahun 2015 yang dipublish oleh Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah mencapai lebih dari 10 ribu, tepatnya 10.381. Terdiri dari TK, SD, SMP, SMA, pondok pesantren, dan perguruan tinggi.

Rinciannya TK/PAUD berjumlah 4623; SD/MI 2.604; SMP/MTS 1772; SMA/sMK/MA 1143; Ponpes 67; dan perguruan tinggi 172. Keseluruhan amal usaha yang dimiliki Muhammadiyah dalam bidang pendidikan ini tersebar dari Aceh hingga Papua. Aksi pelayanan Muhammadiyah Mengajar jelas tak dapat diragukan militansinya.

Kata filosof terkemuka, “pendidikan bukan sekedar mengisi bejana dengan air, tetapi pendidikan adalah menyalahkan api dalam kegelapan.” Pendidikan adalah pekerjaan revolusi kebudayaan yang membutuhkan ketegaran, kesungguhan, daya tahan dan daya kreatif. Muhammadiyah mengajar, adalah jati diri yang paling mencerminkan wajah berkemajuan dengan spirit pembebasan.

Jika kehidupan tanpa pendidikan adalah ibarat seperti halnya agama tanpa ilmu, seperti mungkin peradaban tanpa buku.

Di Indonesia, kesadaran pentingnya pendidikan dan pengilmuwan masyarakat diawali oleh salah satunya adalah Muhammadiyah yang kini gerak dan lintasannya sampai melampaui satu abad. Apa yang berubah dari wajah Indonesia? Wajah ummat Islam di negeri terbesar penduduknya beragama Islam ini? Wajah teduh, unggul, dan islami adalah buah dari pendidikan moderasi Muhammadiyah.

Pendidikan yang diawali dari Mimpi itu juga dialamai oleh Muhammadiyah, pendiri Muhammadiyah membangun mimpi kamajuan, pencerahan, dan keberadaban melalui ikhtiar yang sekuat-kuatnya dengan membangun apa yang disebut sekolah, madrasah dengan nuansa modern yang tidak hanya berpaku pada pelajaran agama semata tetapi juga dengan menggunakan metode-metode belajar meski dari Barat.

Pada saat menjelang satu abad Muhammadiyah, salah satu kado istimewa adalah munculnya kisah Laskar Pelangi atau tepatnya lakar matahari dalam novel yang ditulis oleh Andrea Hirata yang kemudian diangkat dalam layar lebar merupakan kebanggaan tersendiri bagi Muhammadiyah sekaligus menyerukan kepada para pemimpin Muhammadiyah dan warga Muhammadiyah bahwa di abad kedua ini rasa syukur itu juga perlu ditumbuhkan sambil menengok ke belakang betapa banyak pejuang-pejuang pendidikan di negeri ini yang penuh tantangan dan kesulitan dalam memperjuangkan pendidikan di bawah naungan matahari yang bernama Persyarikatan Muhammadiyah. Artinya, dibalik kebanggaan bertaburnya sekolah-sekolah unggulan Muhammadiyah, sekolah bonafit Muhammadiyah dengan kelas “internasionalnya” perlu kiranya membangun jati diri bangsa ini dengan mimpi-mimpi yang telah ditancapkan pada sosok dan figur pejuang pendidikan Muhammadiyah yang ada di pelosok-pelosok desa, di pedalaman yang penuh ikhlas dan dengan segenggam kekuatannya terus dan terus membangun karakter anak bangsa meski dengan kondisi yang serba terbatas, memprihatinkan, dengan bangunan sekolah yang atapnya bocor, dengan tembok yang nyaris runtuh, tetapi dengan semangat yang penuh seluruh. Kita masih lihat keberadaan para abdi bangsa terus menginspirasi bangsa ini untuk tumbuh menggapai peradaban utama, untuk mewujudkan bangsa yang tercerahkan.

Dari Laskar Pelangi itu menggambarkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah bukan hanya untuk kelompok kelas tertentu saja tapi pendidikan Muhammadiyah adalah persembahan Muhammadiyah untuk bangsa Indonesia setulusnya. Tak ada motif lain selain keinginan kuat Muhammadiyah untuk benar-benar mengabdi kepada peradaban dan kejayaan bangsa sebagai implementasi dari spirit al-maun, semangat Rahmatan Lil Alaamin-nya Muhammadiyah.

Dengan demikian, Muhammadiyah menganut prinsip education for all, bahwa pendidikan itu adalah hak segala anak bangsa tanpa terkecuali. Pendidikan juga sebagai alat merebut kemerdekaan hakiki yang paling strategis.

Muhammadiyah kini memang lain dengan Muhammadiyah yang dulu, kata KHA Dahlan yang memang sudah bermimpi bahwa Muhammadiyah akan tumbuh besar…”“Jadilah kalian dokter, jadilah kalian insinyur, jadilah kalian guru, jadilah kalian arsitektur
tapi kembalilah kepada Muhammadiyah.” Kembali kepada Muhammadiyah berarti kembali untuk memberikan kemanfaatan yang semaksimal mungkin untuk bangsa bukan hanya untuk golongan saja. Harus dibangun semangat untuk anak-anak didik Muhammadiyah agar percaya diri bahwa anak didik Muhammadiyah tidak akan melupakan jati dirinya, sebagai orang beriman, Islam dan sebagai bagian tak terpisahkan dari rumah besar NKRI.

Dan kini setelah melampaui se-abad lamanya mengabdi kepada agama, bangsa,  dunia dengan karya luhurnya. Muhammadiyah mengajar dengan ratusan ribu sarjana, cendekiawan, guru, dokter, insinyur yang diproduksi oleh  “rahiem” pendidikan Muhammadiyah. Dari infrastruktur inilah Muhammadiyah membangun dan mencintai indonesia seutuhnya.

Mimpi-mimpi yang dirawat dan disemai KHA Dahlan lebih dari seratus tahun lalu itu memang telah menjadi kenyataan! Semoga kiprah Muhammadiyah tak pernah padam. Wallahu a’lam bi ashowab.

——————–

*Penulis adalah Anggota MPI PP Muhammadiyah

Exit mobile version