YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Jarum jam menunjuk angka 12.20. Awak redaksi Suara Muhammadiyah baru saja menunaikan ritual shalat zuhur berjamaah. Sebagian masih bersantai di tempat solat sambil bersenda tawa. Seorang crew tengah menikmati pijatan Mustofa W Hasyim, redaktur senior Suara Muhammadiyah yang juga penyair dan budayawan. Sambil tangan memijat, mulut bercerita. Sesekali gelak tawa. Siang yang mendung ini jadi saling menimpal joke segar antar sesama.
”Assalamualaikum!” Tiba-tiba pintu ruang redaksi di lantai dua kantor Suara Muhammadiyah diketuk pelan. Dari balik pintu, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tabligh, Prof Yunahar Ilyas bersegera membuka sepatu. Lalu masuk dan disambut seadanya oleh para redaktur yang masih bersantai ria. Tak menduga didatangi wakil ketua Majelis Ulama Indonesia.
Segenap redaksi lalu duduk melingkari meja bundar di ruang tengah redaksi. Di tempat ini pula beberapa tokoh dijamu dan diajak berdiskusi. ”Saya baru dari UAD,” ujar Buya Yunahar berbasa-basi. Jabatannya memang sebagai salah satu Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Topik pembicaraan kemudian mengalir dari sini.
”Muhammadiyah butuh orang yang ahli mengelola kekayaan,” tutur Yunahar setelah sebelumnya menyinggung tentang UAD yang sedang berusaha lebih merapikan sistem pengelolaan keuangannya. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), termasuk salah satunya UAD, kata Yunahar, saat ini mengelola keuangan secara mandiri dan cenderung parsial.
Padahal, jika semua anggaran keuangan di AUM itu dikonsolidasikan, maka potensi keuangan Muhammadiyah bisa sangat besar. ”Uang Muhammadiyah banyak begitu dikonsolidasikan,” ujarnya, sambil meneguk teh yang baru saja dihidangkan.
”Sebenarnya Muhammadiyah itu raksasa uangnya. Cuma cara pengelolaannya saja yang belum terlalu optimal,” tegasnya lagi. Bagi Yunahar, Muhammadiyah terlalu besar dengan AUM yang tersebar di seluruh pelosok negeri.
Baca: Pengajian Yunahar Ilyas di Taiwan; Lima Makna Berislam Bagi Seorang Muslim
Guru besar Ilmu Al-Quran ini ternyata cukup runtut menjelaskan tentang sistem keuangan. Pertama, cash management dan kedua asset management. Yunahar berharap, Muhammadiyah bisa segera beralih menggunakan sistem cash management. ”Cash management sering disalahpahami,” katanya.
Dengan menerapkan sistem cash management, kata Yunahar, akan terjadi efisiensi dalam pelaksanaan anggaran dan memperbaiki manajemen atas sumberdaya keuangan. Selain tentunya memudahkan dalam mengontrol pengeluaran secara menyeluruh serta melaksanakan efisiensi anggaran.
System ini juga mampu untuk memetakan semua potensi keuangan Muhammadiyah. “Dengan cash management, kita tahu mana AUM yang banyak uang, mana yang masih kurang,” ujar Yunahar sambil melempar senyum.
Buya Yunahar lalu mencontohkan system keuangan Lazismu. Lembaga filantropi Muhammadiyah ini bisa menjadi acuan dalam tatacara pengelolaan keuangan yang tersentralisasi. Pada awalnya, kata Yunahar, dana yang dihimpun Lazismu pusat hanya berkisar 30-an Milyar per tahun. Setelah dikonsolidasikan, dana LAZNAS ini melebihi 480 Milyar per tahun. “Jumlah ini mengalahkan semua lembaga zakat manapun di Indonesia,” ungkapnya.
Dalam system ini, masing-masing Lazismu daerah tetap menjalankan operasionalnya sebagaimana biasa. Mengumpulkan dana zakat, infak dan shadaqah dari para dermawan dan mereka yang mencapai nisab. “Uangnya masih di Lazismu masing-masing daerah,” kata Yunahar. Lazismu daerah juga mentasyarufkan dananya ke individu dan komunitas yang berhak di daerah masing-masing. Namun, Lazismu pusat memiliki otoritas untuk mengakumulasikan semua laporan dari daerah menjadi satu laporan atas nama Lazismu pusat.
Baca: Jadi Lembaga Zakat Nasional, Lazismu Dorong PTM dan AUM Buka Kantor Layanan
Sistem ini selain mengefisiensi pengelolaan keuangan, jika diterapkan oleh PP Muhammadiyah akan memudahkan dan membantu untuk menghilangkan kesenjangan antar AUM. Bagi AUM yang memiliki kelebihan dana bisa membantu AUM yang lainnya. ”Tolong-menolong sesama Muhammadiyah. Harusnya begitu,” ujarnya.
Dalam rangka mensitematisasi potensi keuangan Muhammadiyah itu, saat ini PP Muhammadiyah sebatas memulai himbauan. Belum menjadi suatu instruksi. Beberapa AUM sudah menerapkan sistem ini. Membantu AUM lainnya dengan sistem saling memberi pinjaman bahkan menghibahkan dananya secara percuma. ”Muhammadiyah yang lemah harus dibantu oleh Muhammadiyah yang kuat,” kata Yunahar (Ribas).