JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hubungan Antar Agama dan Peradaban, Prof Syafiq A Mughni mengatakan bahwa umat Islam harus bisa memahami sejarah secara objektif dan proporsional.
Jika salah dalam menginterpretasikan sejarah, ujar Syafiq, dikhawatirkan akan mudah terjebak dalam kesalahpahaman. Terutama tentang sejarah awal datangnya Islam. Pemahaman terhadap konteks sosio-historis ruang dan waktu merupakan sebuah keharusan.
Dia kemudian bercerita ketika saat ini sebagian umat Islam kerap terjebak dalam sejarah bahwa perang merupakan hal harus dilakukan. Padahal, menurutnya, saat ini sudah ada hukum internasional yang menghalangi masyarakat bersikap ekspansionis.
“Kita harus memahami sejarah itu secara proporsional. Kita sering tersandera sejarah masa lalu kita, soal Rasulullah pernah melakukan peperangan kerap dijadikan contoh umat muslim harus melakukan peperangan,” kata Syafiq dalam pengajian bulanan PP Muhammadiyah, di Gedung Pusat Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (6/1/2016).
Dalam pengajian bulanan PP Muhammadiyah yang mengusung tema ‘Merawat Kerukunan Kehidupan Beragama’ itu, Syafiq menjelaskan konteks peperangan di masa nabi. Saat itu, jika sebuah negeri tidak melakukan ekspansi, sama halnya dengan bunuh diri. Karena negeri itu akan diserang oleh kekuatan lain.
“Konteksnya, zaman itu tidak ada negara yang sangat ekspansionis. Seandainya umat Islam kala itu tidak melakukan ekspansi, sama saja bunuh diri,” kata Syafiq.
Syafiq mengingatkan bahwa kondisi itu telah berubah. Saat ini dengan konsep nation state atau negara bangsa, hal tersebut sudah tidak relevan dilakukan. Syafiq mengatakan saat ini sudah ada hukum internasional yang menghalangi kita bersifat ekspansionis.
“Kalau diberlakukan sekarang, tentu tidak masuk akal. Sudah ada hukum internasional yang menghalangi kita bersifat ekspansionis,” terangnya.
Sebaliknya, yang dibutuhkan saat ini justru menolong sesama atas nama kemanusiaan. Aksi kemanusiaan, kata Syafiq tidak boleh memandang suku, ras, agama, atau pandangan ideology tertentu. Dalam kondisi kesusahan, siapapun harus ditolong.
“Saya kira dalam konteks masyarakat kita, gerakan humanitarian bahwa menolong orang lain yang sudah kita tidak boleh membedakan afiliasi politik. Siapa pun dalam kesulitan harus kita tolong,” kata Syafiq.
Oleh karena itu pula, lembaga humanitarian dan filantropi Muhammadiyah, yang diwakili oleh MDMC, MPM, dan Lazismu melakukan pertolongan terhadap siapapun.
Turut hadir dalam acara itu Kepala Badan Litbang Kementerian Agama Prof Abdul Mas’ud, guru besar UIN Syarif Hidayatullah Prof Azyumardi Azra, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Hadir pula sebagai peserta Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AM Fatwa (Ribas).