JAKARTA, Suara Muhammadiyah– Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kabalitbangdiklat Kemenag), Prof Abd Rahman Mas’ud mengatakan indeks kerukunan umat beragama (KUB) tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 0,12 poin dibandingkan dengan tahun 2015.
Hal itu disampaikan Abd. Rahman Mas’ud saat mengisi Pengajian Bulanan Muhammadiyah di Menteng Raya 62 Jakarta yang mengusung tema ‘Merawat Kerukunan Kehidupan Beragama’. Turut hadir Ketua PP Muhammadiyah bidang Hubungan Antar Agama dan Peradaban Prof Syafiq A Mughni, Cendekiawan muslim Prof Azyumardi Azra, serta sekretaris umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
“Survei mengukur tiga indikator utama Indeks KUB, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Selain itu, hasil survei juga menemukan hubungan positif antara keterlibatan tokoh agama dan organisasi keagamaan dengan kerukunan umat beragama,” kata Abd Rahman Mas’ud.
Menurut Masud, survei ini menunjukan tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia cukup tinggi. Meskipun sepanjang tahun 2016 sempat terjadi beberapa gesekan kecil di akar rumput. Selain itu, hasil survei juga menemukan hubungan positif antara keterlibatan tokoh agama dan organisasi keagamaan dengan kerukunan umat beragama.
“Kepercayaan umat beragama terhadap tokoh agama memiliki indeks yang tinggi sebesar 68,65 persen. Kepercayaan umat beragama terhadap orang dari suku berbeda 73,71 persen. Sedangkan kepercayaan umat beragama terhadap penganut agama lain sebesar 77,09 persen,” kata Masud.
Baca : Azyumardi Azra: Intoleransi Lebih Banyak Dipengaruhi Faktor Eksternal
Survei ini juga menyatakan bahwa responden yang aktif dalam organisasi sosial keagamaan memiliki indeks kerukunan yang lebih tinggi dibanding yang tidak terlibat aktif berorganisasi. Komunitas tempat berorganisasi menularkan virus positif pada anggotanya.
Indonesia, ujar Mas’ud sangat patut bersyukur karena memiliki dua ormas Islam berpaham moderat terbesar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Kedua organisasi yang sangat setia pada negara ini melakukan banyak tugas yang seharusnya diemban oleh negara dan sekaligus menjadi control atau penyeimbang bagi pemerintah.
Menurutnya, negara Islam sekalipun belum tentu mempunyai ormas Islam yang sangat mengakar dan dapat menyemai nilai-nilai universalitas Islam. “NU dan Muhammadiyah telah membuktikan pengamalan Islam yang penuh kedamaian, Islam yang ramah, Islam yang senyum (smiling Islam),” tuturnya.
Selain organisasi Islam, Indonesia juga memiliki kearifan local (local wisdom) yang tetap lestari. “Masyakat Indonesia beruntung, karena mempunyai faktor yang merukunkan. Salah satunya adalah kearifan local yang hampir ada di berbagai daerah dan suku di Indonesia,” ujar Mas’ud.
Baca: Soal Islam Identik dengan Perang, Syafiq Mughni: Kita Harus Memahami Sejarah
Selain indeks kerukunan itu, hasil kajian Balitbang Diklat Kemenag menyebutkan beberapa penyebab ketidakrukunan atau disharmoni antar umat beragama. Hal itu dipengaruhi oleh faktor non-agama dan faktor agama.
Faktor non-agama di antaranya karena adanya kesenjangan ekonomi, kepentingan politik, konflik sosial dan budaya. Sedangkan faktor agama, seperti terkait polemik izin pendirian rumah ibadah, metode penyiaran agama, dan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda.
Adapun factor agama terkait dengan penodaan agama, kegiatan kelompok sempalan serta pengamalan agama yang tekstualis dan parsial (Ribas).