YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Realitas pendidikan di Indonesia belum cukup berhasil dalam menciptakan moral yang baik. Hal ini bisa dilihat dari masih maraknya berbagai fenomena yang menggambarkan rusaknya moral peserta didik. Salah satunya yang masih meresahkan adalah fenomena perilaku mencontek atau dalam istilah penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Uyun selaku promofendus.
Dalam pemaparan dosen Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang saat memaparkan hasil disertasinya yang berjudul “Kecurangan Akademik Mahasiswa di Perguruan Tinggi Kota Palembang” mengatakan bahwa kecurangan akademik yang saat ini masih dilakukan oleh civitas akademika, masih dianggap bukan menjadi masalah yang serius. Padahal, tidakadanya keseriusan dalam mengurangi kecurangan akademik menjadi permasalahan ironis di Indonesia, jika dilihat dari kecurangan yang bahkan dilakukan juga oleh dosen dan guru yang notabene adalah model percontohan bagi para peserta didik itu sendiri.
“Di tahun 2010 yang lalu paling tidak ada empat kasus besar dalam kecurangan akademik,” tuturnya Sabtu (7/1) di Ruang Sidang Gedung Pascasarjana UMY lantai 1.
Kasus pertama berkaitan dengan dicabutnya gelar guru besar seorang tenaga pengajar karena ketahuan menjiplak karya orang lain. Dua kasus lainnya adalah penjiplakan skripsi mahasiswa jenjang sarjana yang dilakukan oleh dua orang dosen yang berbeda dalam usaha mereka untuk mendapatkan kredit bagi pengangkatan guru besar mereka. Kasus keempat adalah penjiplakan karya ilmuwan Austria oleh seorang guru besar perguruan tinggi di Kota Bandung.
Dalam penelitian disertasinya, Uyun mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk kecurangan yang dilakukan oleh civitas akademika dirumuskan dengan kalimat “SK BBM M3”, yaitu bekerjasama dengan mahasiswa lain untuk mendapatkan jawaban, mengerjakan tugas untuk orang lain, membuat tulisan dengan mengutip dari buku atau sumber lain tanpa mencantumkan referensi dan menyimpulkan atau merangkum tulisan orang lain tanpa mencantumkan pengarang sebagai refrensi dan mengizinkan tulisan sendiri untuk disalin oleh orang lain.
Jika kecurangan akademik terus dilakukan, Uyun melanjutkan bahwa akan terjadi pemicu perilaku kecurangan di konteks lainnya. “Kecurangan akademis ini terbukti berkorelasi di tempat kerja, dan sekali perilaku curang dianggap sebagai alternatif yang dapat diterima, maka perilaku tersebut cenderung juga akan dilakukan pada berbagai situasi lainnya,” jelas Uyun.
Adapun rekomendasinya, Uyun menyarankan agar dibentuk Lembaga Integritas Akademik Kampus (LIAK) yang tugas utamanya adalah membuat penelitian internal yang terus-menerus tentang kecurangan akademik yang pada akhirnya mengeluarkan produk baku tentang norma/aturan baku tentang kecurangan akademik sehingga dapat mengontrol mahasiswa dalam melakukan kecurangan, karena adanya regulasi yang mengikat.
Dalam Sidang Promosi Doktor ini, bertindak sebagai penguji antara lain Prof Dr Tulus Warsito, MSi; Dr Ulung Pribadi, MSi; Prof Drs Sarbiran, MEd, Phd; Dr Muhammad Azhar, MAg; Prof Dr Usman Abubakar, MA; Dr Achmad Nurmandi, MSc; Dr Khoiruddin Bashori, MSi; dan Dr Muhammad Anis, MA. Promovendus Muhamad Uyun dinyatakan lulus dan mendapatkan IPK 3,57 dengan predikat Sangat Memuaskan. Muhamad Uyun merupakan Doktor ke-34 yang dihasilkan oleh Program Doktor UMY (Evan-PPI)