JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir ikut dimintai komentar terkait dengan fenomena intoleransi di Indonesia belakangan ini. Haedar mengatakan, pada dasarnya, gesekan kecil pada masyarakat yang bersifat majemuk merupakan hal yang biasa sebagai sebuah dinamika sosial. Namun, bukan berarti kasus-kasus itu bisa dibenarkan dan dibiarkan berulang.
“Kalau ada gesekan itu hal yang alamiah. Nah tinggal semua pihak mencoba untuk lebih matang, lebih dewasa di dalam menyelesaikan masalah,” tutur Haedar di Kompleks Istana Presiden, Jumat (13/1).
Saat ditanya wartawan seusai bertemu Presiden Jokowi, Haedar menyatakan bahwa banyaknya aksi provokasi intoleransi, baik di dunia nyata atau di dunia maya harus disikapi secara bijak. Haedar meminta semua pihak untuk tidak terprovokasi dan menyadari bahwa apa yang dilakukannya berbahaya bagi persatuan Indonesia.
Haedar juga mengimbau aparat penegak hukum untuk tegas dan tidak bimbang dalam menegakkan aturan perundangan terkait perkara intoleransi. “Pokoknya imbauannya, provokatornya harus sadar, itu saja. Kalau tidak sadar ya masuk ke ranah hukum,” ujar Haedar.
Adapaun untuk semua pihak, Haedar mengajak untuk saling melakukan introspeksi dan menahan diri dalam suasana kemajemukan. Jika berbicara soal toleransi antarumat beragama, maka semua unsur masyarakat seharusnya siap hidup dalam keberagaman.
“Semua pihak, kalau ingin menegakkan toleransi, ya harus siap dalam keberagaman. Saya ulangi, seluruh pihak. Itu poin saya,” ujarnya.
Haedar menambahkan, potensi munculnya kelompok ekstremitas selalu ada di setiap kelompok. Baik dalam kelompok agama, golongan, ras atau suku tertentu. Oleh sebab itu, yang paling penting dalam menghadapi fenomena tersebut adalah bersikap dewasa dan tetap berpedoman pada hukum yang berlaku di Indonesia.
Mewujudkan masyarakat yang dewasa dalam menyikapi perbedaan merupakan tugas semua elemen bangsa. “Yang paling penting adalah kita harus semakin dewasa menjadi sebuah bangsa dan tugas kita adalah mendewasakan semua dan menyelesaikan masalah secara bermartabat,” tutur Haedar (Ribas).