YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Program RS Aman Bencana yang dirintis oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) sejak tahun 2008 dipandang berhasil. Berawal dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004 dan gempa Jogja 2006, hingga pada tahun 2016 menangani antara lain longsor Garut, gempa Pidie Jaya dan banjir Bima. Di tiga tempat terakhir, RS Muhammadiyah merupakan Rumah Sakit yang terkena dampak bencana, namun bisa pulih dalam waktu kurang dari seminggu.
Keberhasilan ini mencatatkan prestasi sebagai Rumah Sakit yang tangguh dan paling siap menghadapi situasi darurat bencana, mengungguli RS pemerintah dan RS swasta lainnya. “RS PKU Bima bisa pulih dalam waktu lima hari, ini menjadi rekor tercepat,” ujar dr Ahmad Muttaqin Alim, Sp An EMDM selaku koordinasi divisi diklat MDMC, dalam acara rapat koordinasi Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Yogyakarta, Jumat (13/1).
Keberhasilan ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak. MDMC bahkan diminta untuk membagikan pengalamannya di hadapan para peserta Konferensi Tingkat Menteri Asia di Vigyan Bhawan, India beberapa waktu lalu. Guna menularkan pengembangan RS Aman Bencana itu, MDMC ikut mensosialisasikan konsep dan standar RS Aman Bencana dalam forum rapat koordinasi MPKU kali ini.
Baca: MDMC Berbagi Keberhasilan Program RS Aman Bencana di Konferensi Tingkat Menteri Asia
Wakil ketua MDMC, Rahmawati Husein menyatakan bahwa secara geografis, wilayah Indonesia masuk dalam kategori merah atau rawan bencana. Terutama jenis bencana banjir, gempa bumi, erupsi, longsor, dan puting beliung. “Trend bencana dari tahun 2002 sampai dengan 2015 naik, bukan turun,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Rahmawati, dibutuhkan kesiapsiagaan seluruh komponen dalam menghadapi bencana. Termasuk RS yang berada di daerah rawan bencana harus memiliki ketangguhan yang meliputi struktur, fungsi, management dan skill.
RS siaga dan tangguh bencana dianggap Rahmawati sangat penting, karena kerugian yang terjadi akibat dampak bencana sangat tinggi, baik fisik mauun non fisik. Padahal, jika menerapkan standar dan prosedur tertentu, resiko itu bisa diminimalisir. “Bangunan Muhammadiyah yang dibangun dengan infak puluhan tahun bisa jadi hancur dalam waktu sekian detik,” tuturnya Wakil Ketua Humanitarian Forum Indonesia (HFI) itu.
Baca : Percepat Pemulihan Bima, Ini yang Dilakukan MDMC
Senada, Alim menjelaskan bahwa peran RS dalam menghadapi situasi bencana meliputi pra bencana, pada saat bencana hingga pasca bencana. Saat menghadapi bencana yang dikatakan RS Aman Bencana adalah RS yang tidak rusak. “Jika pun rusak, namun fungsinya masih bekerja,” tuturnya.
Menurut Alim, ada beberapa indicator dari RS Aman Bencana, yaitu mampu mengelola potensi bencana, tidak terpengaruh bila ada kejadian (kerusakan). Bila rusak, tidak menggganggu fungsi. Bila terjadi gangguan fungsi, segera pulih. RS Aman bencana juga harus mampu bekerjasama dengan semua pihak dalam penanggulangan bencana (Ribas).