Edukasi Masyarakat Tentang Paliatif, Psikologi UNISA Himpun Psikolog RS se-Indonesia

Edukasi Masyarakat Tentang Paliatif, Psikologi UNISA Himpun Psikolog RS se-Indonesia

“Workshop Nasional Manajemen Pasien Paliatif” di Hall Baroroh Baried UNISA Yogyakarta pada Jumat (20/1)

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Dalam rangka mengedukasi masyarakat akan pentingnya asuhan paliatif terhadap peningkatan kualitas hidup pasien, Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta bekerja sama dengan Biro Psikologi Kusumowardhani dan Forum Komunikasi Psikolog RS se-Indonesia menggelar “Workshop Nasional Manajemen Pasien Paliatif”  di Hall Baroroh Baried UNISA Yogyakarta pada Jumat (20/1). Workshop yang diikuti oleh 98 psikolog RS dari berbagai wilayah yakni Aceh, Medan, Jakarta, Solo, hingga Sulawesi ini merupakan sebuah konsep acara untuk menyamakan persepsi dan membuat keputusan bersama terkait manajemen penatalaksanaan pemberian perawatan paliatif secara psikologi.

Peraturan Menteri terkait pelayanan paliatif sudah diatur sejak tahun 2007. Namun faktanya, pada waktu itu belum semua RS mempunyai pelayanan paliatif serta belum adanya Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang menyebutkan bahwa Psikolog Klinis diakui sebagai tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan psikolog klinis disebut sebagai pekerja sosial atau psikologi saja. Tahun 2012, muncul peraturan pmerintah bahwa  RS harus mempunyai layanan paliatif mulai dari RS tipe B hingga Puskesmas. Demikian disampaikan Ratna Yunita, Kaprodi Psikologi UNISA.

Ia menjelaskan bahwa perawatan paliatif merupakan perawatan yang diberikan kepada pasien dengan penyakit serius serta minim harapan.  “Perawatan ini diberikan untuk pasien-pasien yang sudah tidak punya harapan hidup. Bukan hanya pasiennya tapi juga keluarganya,” terangnya.

Adapun tujuan dari perawatan ini yakni untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan bagi keluarga dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini, psikososial, dan spiritual serta pelayanan masa duka cita bagi keluarga.

“Bisa mulai diberikan saat penyakit pasien mulai semakin memburuk dan kekebalannya sudah hilang. Semua kemungkinan untuk menganalisa dan mengetahui kondisi pasien dan usaha-usaha pengobatan telah dilakukan tetapi kondisi pasien terus memburuk,” tambah Ratna.

Sementara itu, Pakar Psikologi Forensik Reni Kusumowardhani mengatakan bahwa perawatan paliatif holistik diberikan juga pasca meninggal termasuk di dalamnya kedukaan dan kehilangan yang dirasakan anggota keluarga. Menurutnya, rasa kedukaan dan kehilangan tersebut dapat memunculkan keluhan-keluhan psikologis baru hingga taraf depresi.

“Agar tujuan perawatan paliatif tercapai, maka perlu dilakukan upaya untuk memberikan dukungan dan perhatian pada pasien yang dapat membuat hidupnya lebih menyenangkan selama masa sakit sehingga pasien bisa menikmati sisa hidup mereka dengan kualitas yang lebih baik,” tambahnya.

Ratna menegaskan bahwa setiap orang punya hak untuk diobati, meninggal secara bermartabat, mengurangi rasa nyeri dan pemenuhan kebutuhan biopsikososio dan spiritual. “Peran perawatan paliatif ini akan membuat pasien merasa nyaman, yang pada akhirnya agar dapat menghadapi kematian dengan tenang dan nyaman,” tandasnya (Yusri).

Exit mobile version