JAKARTA, Suara Muhammadiyah- Bertempat di gedung Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jakarta, PP Aisyiyah menggelar pelatihan penanggulangam bencana untuk yang pertama kalinya. Rachmawati Husein, Wakil Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP Aisyiyah menerangkan bahwa pelatihan tersebut sangatlah diperlukan, termasuk dalam memberikan pengertian akan pentingnya untuk memperhatikan kelompok perempuan dan anak dalam penanggulangan bencana.
“Pelatihan semacam ini penting diadakan termasuk isu gender mainstreaming dalam pengurangan risiko bencana. Karena, kerapkali kelompok perempuan kurang (tidak) mendapatkan perhatian serius para penyelenggara penanggulangan bencana. Aisyiyah ingin fokus pada hal-hal semacam ini,” tukasnya yang juga memberikan materi dalam acara yang berlangsung tiga hari sejak tanggal Jum’at (27/1) hingga (29/1).
Hal senada disampaikan Hening Purwati yang juga pengurus LLHPB PP Aisyiyah. “Ke depan Aisyiyah harus bersinergi dengan MDMC untuk mengawal isu terkait anak, perempuan, lansia dan difabel. Dengan demikian Aisyiyah punya peran signifikan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.”
Hening juga meyakini bahwa peran peran perempuan dalam penanggulangan bencana semakin besar dan penting. “Pelatihan seperti inipun juga dilatihkan MDMC dan kali ini kami mereplikasinya. Alhamdulillah ibu ibu yang menjadi peserta dapat melakoninya dengan relatif baik,” imbuh perempuan yang sudah puluhan tahun bergelut dengan urusan bencana ini.
Diikuti oleh tidak kurang dari 80 orang peserta perwakilan LLHPB Aisyiyah seluruh Indonesia, pelatihan ini menyajikan materi materi dasar kebencanaan termasuk pengantar SPHERE dan gladi posko. Dalam materi kebencanaan diberikan pengetahuan mengenai paradigma pengurangan risiko bencana dan fikih kebencanaan. Selain materi kebencanan juga disajikan materi psikososial dan peran media dalam penanggulangan bencana. Hadir sebagai pemateri dalam pelatihan ini antara lain Rachmawati Husein, Hening Purwati, Melly Puspitasari, Naibul Umam, Khoirul Anas dan M Khafidzullah.
Pelatihan dirancang dengan metode fasilitasi yang beragam termasuk role play atau bermain peran. Di akhir sesi peserta berperan sebagai petugas posko yang menangani warga terdampak erupsi gunung Merapi. Skenario gladi sendiri disesuaikan dengan kondisi sesunguhnya saat erupsi merapi 2010 yang lalu.
“Ibu ibu yang menjadi peserta ini sangat antusias terlihat dari kesigapan dan kecakapan mereka dalam memecahkan persoalan persoalan yang disimulasikan dalam gladi posko. Semoga semangat dan dedikasi tinggi pada tugas penanggulangan bencana tercermin pasca pelatihan ini,” tukas Khoirul Anas, diamini Naibul Umam yang juga sesama fasilitator yang mendampingi (Naibul Umam/Th).