Islam Normatif dan Islam Historis

Allah berfirman

وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ فِيكُمۡ رَسُولَ ٱللَّهِۚ لَوۡ يُطِيعُكُمۡ فِي كَثِيرٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ لَعَنِتُّمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَ ٧

 

Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (QS Al-Hujurat ayat 7)

Pada diri Rasulullah saw bersatu apa yang kita sebut dengan Islam normatif dan Islam historis. Islam normatif adalah Islam yang seharusnya, sedang Islam historis adalah Islam yang dilaksanakan dalam realitas. Pada diri Rasulullah tidak ada beda antara keduanya, karena Rasulullah adalah sumber hukum. Sehingga Islam yang seharusnya dan Islam yang dilaksanakan pada diri beliau itu sama.

Dalam QS Al-Qalam ayat 4 Allah menyanjungnya

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ ٤

 

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Sama halnya pada diri pribadi para sahabat, Islam normatif dan Islam historis pun ditampilkan seimbang. Karena memang mereka dididik langsung oleh Rasulullah, meskipun tentu saja tidak sama persis.

Namun setelah berabad-abad kemudian sampai saat ini, nampak terbentang jarak antara kepribadian Islam normatif dan Islam historis. Seperti ada jurang pemisah diantara keduanya. Di satu sisi Islam mengajarkan jujur, disiplin, bersih, menjaga ukhuwah Islamiyah, tapi sebaliknya banyak umat Islam yang tidak jujur, tidak menghargai waktu, kotor, dan saling menebar kebencian dan konflik. Umat Islam tidak melaksanakan ajaran agamanya dengan menyeluruh.

Perempuan dewasa diwajibkan menutup auratnya, namun banyak muslimah yang tidak menutup auratnya. Hampir semua perbankan di Indonesia menggunakan sistem riba, namun umat Islam Indonesia dengan tenang memakannya.

Lucunya lagi ada juga orang yang mengambil jalan pintas. Karena muslimah di Indonesia sebagian besar tidak menutup aurat misalnya, atau karena banyak orang memakan riba, seseorang berusaha meninjau kembali hukum keduanya. Apakah benar menutup aurat itu wajib dan riba itu haram. Hal ini banyak dilakukan.

Bukan berusaha berdakwah menyadarkan orang Islam agar menjalankan ajaran agamanya, tapi justru mencari dalih dengan mencoba meninjau kembali hukum-hukum Syariat. Dengan bahasa-bahasa yang hebat, melakukan reinterpretasi, melakukan konstektualisasi, pakai pendakatan historis, pakai pendekatan hermeneutik, orang-orang tersebut memaksakan Al-Qur’an dan Sunah sejalan dengan prilaku mereka. Seolah-olah sedang melakukan penafsiran kembali tapi sebenarnya adalah memaksakan tafsiran.

Islam harus taat dan patuh terhadap Al-Qur’an dan Sunnah, bukan sebaliknya. Kalau sebaliknya, Al-Qur’an dan Sunnah serta ajaran Rasul dipaksa sesuai kemauan kita, maka Allah menjamin kita pasti akan celaka.

Untunglah kita masih diberi iman oleh Allah, dan kita mencintai iman itu. Iman itu menjadi hiasan dalam hati. Sebagai konsekuensi mencintai iman berarti kita membenci lawannya,yaitu kekufuran, kakafiran, kemaksiatan, walaupun pekerjaan itu berat. (Ilham)

 

Exit mobile version