YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Awan mendung di Sabtu pagi 4 Februari 2017 sepertinya tidak menghalangi niat dan langkah jamaah untuk mengikuti pengajian di Masjid Al-Muttaqien yang terletak di selatan Pasar Beringharjo Yogyakarta. Meski pengajian ini digalang oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (atau biasa disingkat PITI), bekerja sama dengan takmir masjid Al-Muttaqien, menurut informasi panitia dihadiri oleh tidak kurang dari 700 jamaah yang berasal dari latar belakang berbeda-beda.
Pengajian yang rutin digelar bertepatan, atau hampir bertepatan, dengan Hari Raya Imlek 2568 ini sesungguhnya asal usulnya sudah cukup lama, yaitu sudah mulai dilaksanakan sejak 2002, dan tempatnya pun berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Acara ini “tidak lain adalah untuk menyebarkan syiar Islam, dan menunjukkan bahwa Islam itu benar-benar agama rahmatan lil ‘alamin,” begitu ungkap H. Budi Setyagraha (Huang Ren Chong), salah satu mantan Ketua Umum PITI DIY yang telah memeluk Islam sejak 1983.
“Dakwah seperti ini diharapkan dapat mencerahkan warga Tionghoa lainnya dan kemudian masuk Islam,” imbuhnya.
Dalam sambutannya, Ketua Umum PITI Yogyakarta periode 2012–2017, Hj. Raehana Fatimah (Lie Sioe Fen) menjelaskan, sebetulnya fenomena Tionghoa Muslim itu sudah cerita lama. Laksamana Zheng He pun merupakan Muslim generasi ketiga, ia berhaji, begitu pula dengan ayah dan kakeknya. “Menjalankan dakwah semacam ini, cobaan yang dirasakan begitu perih, banyak tentangan yang menghujam, bahkan kami sering diancam dan diintimidasi,” cerita stri Budi Setyagraha itu.
Namun, ia melanjutkan, bukan berarti usaha dakwah PITI tidak disambut hangat oleh warga Muslim lainnya. Menurutnya, banyak tokoh MUI Yogyakarta yang turut mendukung, termasuk Drs. Ma’ruf Siregar, begitu juga dengan akademisi Muhammadiyah seperti Prof. Dr. Sjafri Sairin—yang sempat menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM—dan ulama Nahdlatul Ulama seperti KH. Abdul Malik Madani, yang turut mendorong pelaksaan pengajian Imlek PITI pada 2002.
Budi Setyagraha menambahkan bahwa, kegiatan-kegiatan PITI yang lain juga dapat meningkatkan perekonomian dan merekatkan jurang perbedaan lewat dakwah, bermanfaat bagi banyak pihak, serta membangun rasa sayang sesama saudara Muslim. “Fenomena ini sebetulnya bukanlah fenomena tunggal, hampir setiap PITI di semua wilayah di Indonesia kini memperingati Imlek dengan menggelar pengajian,” terangnya.
Budi Setyagraha juga menggalang pengajian di rumahnya sendiri yang sudah berlangsung selama 34 tahun. “Dakwah Islam semacam ini tentu saja sangat menggembirakan, dan patut didukung oleh seluruh elemen Muslim, terlepas dari latar belakang mereka,” pungkas mantan Ketua PITI DIY tersebut (Adt).