YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyatakan bahwa Muhammadiyah sudah memiliki perangkat nilai berkemajuan dan tertib social. Kedua hal itu dipandang sebagai syarat utama bagi terwujudnya suatu peradaban yang unggul.
“Dua element masyarakat, yang pertama, berkemajuan dan kedua memiliki tertib sosial yang tinggi atau social order,” kata Haedar dalam acara pembekalan Ketua Umum PP Muhammadiyah bagi 26 peserta Muhammadiyah Scholarship Preparation Program (MSPP) angkatan 1 tahun 2017 di Aula Pusat Pengembangan Muhammadiyah, Kaliurang, Yogyakarta, Senin (6/2).
“Contoh di negara-negara yang sudah maju seperti Jepang, Singapura, Korsel, Taiwan, mereka sudah memiliki sosial order yang baik. Mereka bisa bersikap bersih, tertib, budaya antri, disiplin, menghargai waktu, keadaban publik, respek, saling menghormati,” tutur Haedar.
Haedar optimis, Muhammadiyah mampu untuk mewujudkan peradaban yang maju. “Muhammadiyah dua puluh tahun kedapan akan semakin modern, makin maju, kriteria masyarakat utama makin terstandard,” tuturnya. Yang akan dikembangkan Muhammadiyah, kata Haedar, adalah Islam berkemajuan yang tetap berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah. “Tirulah Jepang yang maju tapi tetap berpegang pada tradisi, bukan seperti Korea,” ujarnya.
“Muhammadiyah punya perangkat-perangkat nilai berkemajuan dan tertib sosial itu,” kata Haedar. Yang akan dikembangkan Muhammadiyah, kata Haedar, adalah Islam berkemajuan yang tetap berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah. “Tirulah Jepang yang maju tapi tetap berpegang pada tradisi, bukan seperti korea,” ujarnya.
Masyarakat yang berkemajuan, menurut Haedar, adalah masyarakat yang sesuai dengan hukum kemajuan zaman baik secara individual maupun kolektif. Selalu ingin yang terbaik, proaktif, kaya prestasi, alam pikiran yang berbasis pada iptek (perpaduan antara ketentuan-ketentuan agama dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi).
Menurut Haedar, bangsa yang maju dalah bangsa yang melek ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari situ akan melahirkan keunggulan. “Ironisnya kita terlalu banyak bicara culture. Kelemahan umat Islam kekinian, terlalu banyak bicara, lupa membangun pusat-pusat unggulan,” ujar Haedar.
Kemajuan, kata Haedar, tidak hanya diukur dari kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, tetapi juga harus dipadukan dengan nilai-nilai moral dan keadaban public. “Masyarakat maju dalam kontek Muhammadiyah adalah masyarakat yang memiliki nilai (value) keadaban (civilized) atau akhlak karimah,” kata Haedar.
Perpaduan antara sisi keilmuan dan keagamaan, ujar Haedar, merupakan fitrah manusia, yang cenderung kepada nilai religious dan berkeadaban atau bermoral. “Modernitas tidak harus datang dari culture tertentu. Misalnya Barat yang liberal. Tidak semua yang datang dari Barat itu baik,” katanya.
Haedar mencontohkan LGBT sebagai perilaku budaya Barat yang sama sekali tidak menunjukkan kemajuan. Di Barat, dari awal LGBT sebenarnya adalah kelompok ‘sakit’ atau kelainan, belakangan menjadi trend yang dibentuk, disosialisasikan, berkelompok lalu menuntut legalitas dalam same sex married. Namun, Haedar mengingatkan bahwa mereka tetap harus diperlakukan sebagaimana manusia pada umumnya. Islam memandang LGBT sebagai kelompok yang harus disantuni, untuk dikembalikan pada posisi yang semestinya (Ribas).