YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Menanggapi gagasan Menteri Agama tentang perlunya sertifikasi khatib, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1998-2005, Ahmad Syafii Maarif menyatakan bahwa program itu tidak perlu dilakukan.
“Saya rasa tidak perlu (sertifikasi khatib), saya tidak setuju. Kalau harus pakai sertifikasi penceramah saya rasa itu ada masa otoriter,’’ kata Buya Syafii usai peletakan batu pertama pembangunan Grha Suara Muhammadiyah di Jalan KH Ahmad Dahlan 107, Yogyakarta, Kamis (9/2).
Menurut Buya Syafii, pemerintah harus memberikan kebebasan bagi para takmir masjid untuk menentukan para khatib dan penceramah. Para takmir memegang peranan penting dalam memilih khatib yang moderat dan diterima oleh para jamaah di sekitarnya.
“Yang melakukan pengawasan di masjid ya takmir masjid. Takmirnya harus cerdas, bertanggungjawab. Takmir harus meningkatkan kualitas dan mengetahui peta Indonesia ini,” ujar Pimpinan Umum Suara Muhammadiyah itu.
Buya Syafii berharap para takmir yang mengelola masjid bisa memposisikan diri secara tepat. Terutama di tengah situasi yang sedang memanas, banyak tokoh mengumbar kebencian dan caci maki.
“Ini masa transisi saja. Nanti akan berubah kok,” kata Buya terkait situasi kekinian. “Takmir jangan larut pula dengan huru-hara yang tidak karuan ini,” tutur Buya Syafii.
Lebih penting dari itu, para takmir harus bisa mengayomi dan membina jamaah yang beragam. Jamaah itu macam-macam, maka ulama itu harus yang sejuk, teduh, mengibarkan bendera persaudaraan serta menyebarkan Islam yang Berkemajuan.
“Menurut saya, wajah Islam Indonesia yang benar, wajah yang moderat, yang santun, jangan yang beringas. Sebagaimana kata ketua umum PP Muhammadiyah tadi (ketika sambutan) kalau ‘Allahu Akbar’ dengan teriak-teriak itu impor, tidak benar,’’ ujarnya.
Persoalan umat Islam Indonesia hari ini, menurut Buya Syafii, merupakan akibat dari situasi dunia Islam yang sedang rapuh. Arab sudah hancur, ada ISIS, ada boko haram, dan berbagai kelompok yang menggunakan agama untuk politik. “Hal itu sampai ke Indonesia karena filter kita lemah sekali sehingga harus diperkuat,” kata Buya.
Dalam situasi yang rapuh yang selalu dalam keadaan kalah, maunya melawan tetapi tidak ada tenaga, ujungnya kekalahan dan tiarap. “Sebuah dunia Islam yang rapuh. Orang yang sedang dalam keadaan rapuh, tidak bisa berpikir jernih,” tuturnya.
Sebagai solusi, Buya Syafii mengimbau pemerintah harusnya mengajak umat Islam ini terutama ormas moderat untuk mengkondusifkan keadaan. Ormas sebagai kekuatan civil society harus diberi ruang dan diajak untuk membenahi situasi bersama (Ribas).