Oleh: Haedar Nashir
Suara Muhammadiyah– Umar bin Khattab dibuat marah oleh canda Hudzaifah bin Yaman. Kala itu Umar bejumpa sahabatnya itu dan bertanya, bagaimana kabarmu wahai Hudzaifah? Hudzaifah menjawab, “Aku mencintai fitnah, membenci kebenaran, shalat tanpa wudlu, dan di bumi ini aku memiliki sesuatu yang tidak Allah miliki di langit”.
Umar dengan gejolak marah segera meninggalkan Hudzaifah dan menemui Ali bin Abi Thalib. Ali terheran, lantas bertanya kepada Umar kenapa rona wajahnya memancarkan amarah. Lantas Umar menceritakan ucapan Hudzaifah yang membuat dirinya geram.
Ali dengan tenang berkata, “Hudzaifah benar ya Amirul Mukminin. Dia mencintai fitnah, maksudnya mencintai harta dan anak-anak. Dia membenci kebenaran, yakni kematian. Dia shalat tanpa wudlu, maksudnya bershalawat kepada Nabi setiap waktu tanpa harus berwudlu. Dia memiliki sesuatu yang tidak Allah miliki, maksudnya dia beristri dan beranak, yang memang Allah tidak memilikinya.”.
Umar paham dan senang dengan jawaban Ali. Marah dan sangka buruk pun hilang dari dirinya terhadap Hudzaifah. Hudzaifah, sebagaimana Ali bin Abi Thalib, memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang cerdas dan berilmu, yang sering mengunkap sesuatu yang tersirat di balik yang tersurat.
Hidup di muka bumi ini pun tidak selamanya orang banyak menangkap esensi yang tersirat dari gejala-gejala yang tersurat. Mengungkap manka-makna terdalam dari yang berada di luar. Membaca esensi dari eksistensi. Masuk ke hakikat dan makrifat dari p tu luar syariat. Kebanyakan manusia lebih suka membaca, menangkap, dan menyikapi yang serbanampak belaka. Termasuk ketika manusia melewati waktu dalam hidup.
Apa makna perjalanan waktu yang ada di hadapan kita? Pertanyaan kritis seperi itu mungkin jarang terhunjam dalam diri. Padaha hidup ini sungguh berjalan begitu cepat. Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun tidak terasa lewat dalam lintasan hidup ini laksana kendaraan supercepat. Hidup ke depan seakan masih panjang. Padahal, kita tidak tahu persis sampai batas usia ke berapa Tuhan masih memberi anugerah hidup. Siapapun tak pernah ada yang tahu, kecuali segenggam asa dan do’a agar dipanjangkan usia dan banyak amal saleh.
Ada orang-orang mengungat waktu hanya kulit luarnya saja. Di bulan Desember tidak sedikit ibu hamil disesar demi anaknya lahir pada tanggal 12 bulan 12 tahun 12. Pasangan menikah juga ada yang menjatuhkan hari pada tanggal yang diidolakan itu. Katanya tanggal, bulan, dan tahun cantik. Setelah tanggal cantik itu digenggam, lantas mau apa? Adakah hidup yang dilalui juga meretas jalan yang cantik makna dan kemaslahatan? Atau sekadar kesenangan lahiriah belaka.
Di detik-detik ujung tahun dan memasuki jam ke-00.00, banyak orang ingar bingar begitu gaduh dan gempita. Melepas tahun lama dan menyambut tahun baru. Terompet dan kembang api jadi asesori paling populer di setiap penjuru negeri, sebagaimana menjadi tradisi di hampir seluruh negara. Berbagai hiburan dan tempat melepas kegembiraan diselenggarakan dan menjadi ajang paling banyak digemari. Persis ketika detik-detik tahun baru akan hadir semua berhitung mundur, lalu meledaklah sorak sorai menyambut hari baru itu. Lantas, bagaimana manusia memaknai waktu? Sungguh tak mudah.
Bagi orang beriman, waktu itu sesungguhnya ujian dan pertaruhan. Allah mengingatkan setiap insan tentang hakikat waktu. Wal-ashri, demi masa. Sungguh manusia itu benar-benar merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran. Demikian firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-‘Ashr ayat 1-3.
Waktu sering berlalu begitu saja tanpa makna yang hakiki dan penuh arti. Boleh jadi banyak yang terkecoh dengan waktu. Jam dan hari seing berlalu tapa membuahkan sesuatu yang bermakna bagi diri, kekuarga, dan kehidupan sesama. Karenanya Nabi mengingatkan agar insan beriman berhati-hati dengan waktu luang. Rasul akhir zaman bahkan bersabda agar manusia memperhatika lima hal sebelum datang lima yang lain., yakni hidup sebelum datang kematian, sehat sebelum tiba sakit, ketika senggang sebelum datang kesibukan, usia muda sebelum tua, dan tatkala kaya sebelum jatuh miskin. Lalu, kenapa masih bermain-main dengan waktu?