SEMARANG, Suara Muhammadiyah-Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Jawa Tengah kini miliki fasilitator latih Sekolah/Madrasah Aman Bencana (SMAB) tingkat Nasional. Sebanyak 15 orang fasilitator latih SMAB telah mengikuti lokakarya tingkat Nasional pengembangan SMAB yang diselenggarakan MDMC PP Muhammadiyah beberapa waktu lalu.
Menurut penuturan Eko Hari Mursanto, koordinator bidang pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan (PRBK) MDMC Jawa Tengah menyebutkan bahwa pada awalnya, relawan Muhammadiyah terlibat dalam kegiatan sosialisasi penanggulangan bencana di sekolah dengan nama Sekolah Siaga Bencana (SSB). Sosialisasi ini dilaksanakan secara mandiri ataupun bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di beberapa tempat kawasan rawan bencana seperti di Klaten, Banyumas, Cilacap, Kudus, Magelang, Pemalang, Kendal dan lainnya. “Dari kegiatan tersebut terbentuklah fasilitator latih Sekolah/Madrasah Aman Bencana (SMAB) ini,” jelasnya.
SMAB merupakan kegiatan membangun kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana dalam rangka menggugah kesadaran seluruh unsur dalam bidang pendidikan di sekolah dan lingkungan sekolah pada tahap sebelum bencana. “Saat kejadian bencana dan setelah bencana. Harapannya pendidikan kebencanaan ini terintegrasi dalam kurikulum yang diterapkan di sekolah,” tambah Eko pria asal Klaten yang sudah berpengalaman dalam penanggulangan bencana ini.
Konsep penyelenggaraan SMAB telah ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) nomor 4 tahun 2012 yang menegaskan bahwa sekolah aman adalah sekolah yang menerapkan standar sarana dan prasarana serta budaya yang mampu melindungi sekolah dan lingkunganya dari bahaya bencana. Terdapat 3 pilar pengembangan SMAB yang meliputi fasilitas pembelajaran yang aman (sarana prasarana aman); manajemen pengelolaan bencana tingkat sekolah (manajemen bencana); dan pendidikan pengurangan risiko dan ketahanan terhadap bencana (kurikulum penanggulangan bencana)
Terkait dengan penerapan SMAB di Muhammadiyah Jawa Tengah, Eko menegaskan bahwa, “Sesuai hasil Rakerwil MDMC Jateng bahwa pengembangan SMAB merupakan program unggulan yang akan kami kerjasamakan dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PWM Jateng. Untuk itu dalam waktu dekat kami akan segera mengkoordinasikan hal ini”, imbuhnya.
Terkait dengan pengembangan SMAB di Muhammadiyah Jawa Tengah, Naibul Umam selaku Ketua MDMC Jateng membenarkan hal tersebut.
“Muhammadiyah Jawa Tengah memiliki ratusan sekolah tingkat dasar dan menengah. Diantaranya berada di kawasan rawan bencana yang akan kami prioritaskan untuk pengembangan program SMAB ini. Insya Allah dalam waktu dekat akan kami lauching program Wajib Latih SMAB di semua lembaga pendidikan Muhammadiyah Jawa Tengah,” tegasnya
Sebagaimana diketahui bahwa Muhammadiyah Jawa Tengah memiliki ratusan lembaga pendidikan yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota. Data yang dirangkum dari situs Muhammadiyah Jateng menyebutkan terdapat 183 sekolah dasar, 438 Madrasah Ibtidaiyah, 279 Sekolah Menengah Pertama, 109 Madrasah Tsanawiyah, 110 Sekolah Menengah Umum, 18 Madrasah Aliyah dan 131 Sekolah Menengah Kejuruan. Hasil penelitian LIPI dan UNESCO yang pernah dirilis tahun 2006 lalu menjelaskan bahwa ternyata tingkat kesiapsiagaan sekolah/madrasah dalam penanggulangan bencana dinilai lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat dan aparat. Rendahnya kesiapsiagaan tersebut meliputi 5 parameter yaitu pengetahuan tentang bencana; kebijakan dan panduan; rencana tanggap darurat; sistem peringatan bencana; dan mobilisasi sumber daya. Penelitian juga menyebutkan bahwa sekolah/madrasah menjadi “ruang publik” dengan tingkat kerentanan tinggi. Rata-rata 6% korban gempa adalah siswa sekolah yang berada di sekolah saat kejadian berlangsung. Dan salah satu indikatornya adalah jeleknya bangunan sekolah (Naibul Umam).