Oleh Drs. Setyadi Rahman
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهَذَا وَ مَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْ لاَ أَنْ هَدَانَا اللهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ، لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى نَبِـيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَي آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ وَالاَهُ. أَمَّـا بَعْدُ فَيـَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْ بِنَفْسِيْ وَ إِيَّـاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ، لَعَـلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Jamaah sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah,
Beberapa hari yang lalu kita saksikan banyak manusia di dunia yang menyambut kehadiran tahun baru 2013 M dengan gegap gempita dan penuh kesukacitaan, termasuk sebagian umat Islam yang tidak memahami makna tahun baru Masehi. Kalau dihitung secara materi, betapa besarnya jumlah dana yang dihamburkan demi sebuah pesta menyambut kehadiran tahun baru. Betapa sangat bermaknanya andaikata dana sebesar itu digunakan untuk memberantas kemiskinan dan kebodohan.
Itulah kehidupan dunia! Dunia bermakna “sesuatu yang dekat dengan kita”, tetapi juga berarti “sesuatu yang bernilai rendah dan dapat merendahkan derajat manusia yang menyukainya secara tidak semestinya”. Karena itu, benarlah firman Allah SwT bahwa dunia adalah “tempat bersenang-senang yang menipu atau memperdayakan” (Q.S. Ali ‘Imran: 185 ) atau “sekedar permainan dan sesuatu yang dapat melalaikan” (Q.S. al-An’am: 32).
Zumratal mukminin rahimakumullah,
Sebagai seorang muslim, kita selalu diingatkan oleh Allah SwT bahwa status waktu dan pergantiannya, serta segala macam penanggalan atau kalender yang dibuat manusia harus selalu dikaitkan dengan amal-perbuatan dan karya manusia, serta evaluasi yang berkesinambungan tentang keduanya tanpa dibatasi sekat-sekat waktu yang dibuat manusia. Bukankah Allah SwT telah berfirman:
يَا اَيُّهَا الَََّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ، وَاتَّقُوا اللهَ اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ( الحشر: 18 )
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Hasyr [59]: 18)
Dalam konteks kebudayaan dan peradaban, manusia muslim yang beriman selayaknya menjadikan ayat di atas sebagai pedoman untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban manusia ke arah yang lebih bermartabat dibandingkan dengan kebudayaan dan peradaban manusia yang kini sedang berkembang. Prestasi amal/karya/kerja umat Islam seharusnya tidak sekedar meniru umat non-muslim yang telah maju, melainkan karena adanya etos amal/karya/kerja yang dilandasi oleh nilai-nilai al-Qur’an dan Sunnah yang bersifat universal.
Adapun ciri-ciri etos amal/karya/kerja muslim alternatif yang disarankan antara lain: 1. memiliki jiwa kepemimpinan (leadership); 2. selalu berhitung, yaitu melakukan muhasabah atau evaluasi; 3. menghargai waktu; 4. tidak pernah merasa puas berbuat kebaikan/kebajikan; 5. hidup berhemat dan efisien; 6. memiliki jiwa wiraswasta (entrepreneurship); 7. memiliki insting bertanding dan bersaing; 8. memiliki keinginan untuk mandiri (independent); 9. haus untuk memiliki sifat keilmuan; 10. berwawasan makro-universal; 11. memperhatikan kesehatan dan gizi; 12. ulet dan pantang menyerah; 13. berorientasi pada produktivitas; dan 14. memperkaya jaringan silaturahim.
Mengapa harus memiliki jiwa kepemimpinan (leadership)? Karena Nabi Saw bersabda bahwa setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Mengapa harus selalu berhitung? Karena Umar bin Khatthab r.a. pernah berwasiat bahwa “… hendaklah kamu menghitung dirimu sendiri sebelum datangnya hari yang waktu itu kamu akan diperhitungkan.” Mengapa harus menghargai waktu? Karena teringat Q.S. al-‘Ashr ayat 1-3 yang merupakan isyarat dan simbolisasi tentang pentingnya makna waktu dan pemanfaatannya.
Mengapa tidak boleh merasa puas berbuat kebaikan/kebajikan? Sebab bukankah terdapat perintah untuk berjihad dengan sebenar-benar jihad di jalan Allah atau karena Allah. Seorang mujahid akan tampak dari semangat juangnya yang tak kenal lelah, bersikap pantang surut, dan menghindari kemalasan yang nista. Allah SwT berfirman:
وَجَاهِدُوْا فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ ….. ( الحج: 78 )
Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya …..” (Q.S. al-Hajj [22]: 78)
Mengapa perlu hidup hemat dan efisien? Sebab orang yang berhemat adalah orang yang memiliki pandangan jauh ke depan (future outlook); bahwa tidak selamanya waktu itu berjalan lurus, tetapi ada naik-turunnya (up and down). Mengapa harus memiliki jiwa wiraswasta? Sebab kita meneladani Rasulullah saw yang pernah menjadi seorang pebisnis yang sukses, dan teringat dengan sabda beliau bahwa: “sesungguhnya Allah sangat cinta kepada orang mukmin yang berpenghasilan.” Mengapa harus memiliki insting bertanding dan bersaing? Sebab semangat bertanding merupakan sisi lain dari citra seorang muslim yang memiliki semangat jihad dan tidak akan menyerah pada kelemahan atau nasib menurut pengertian seorang “fatalis” atau “jabbariyun”.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Mengapa harus memiliki keinginan untuk mandiri? Karena nilai tauhid yang dihayati seorang muslim akan mendorongnya memiliki jiwa merdeka, bukan jiwa terjajah, yang melahirkan daya inovasi dan kreativitas atas usaha sendiri. Mengapa harus haus untuk memiliki sifat keilmuan? Karena dengan wawasan keilmuan yang luas, seorang muslim tidak pernah cepat menerima sesuatu sebagai taken for granted, melainkan selalu dikritisi, sebagai wujud dari pengejawantahan firman Allah SwT dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 36. Mengapa harus berwawasan makro-universal? Karena dengan memiliki wawasan seperti itu, seorang muslim akan menjadi manusia bijaksana yang mampu membuat pertimbangan yang tepat, dan keputusannya lebih mendekati tingkat presisi (ketepatan) yang terarah dan benar.
Mengapa harus memperhatikan kesehatan dan gizi? Sebab Rasulullah Saw pernah bersabda “sesungguhnya jasadmu mempunyai hak atas dirimu.”, dan firman Allah SwT dalam Q.S. ‘Abasa [80]: 24, yaitu: “Maka hendaklah setiap manusia memperhatikan makanannya.” Mengapa harus ulet dan pantang menyerah? Sebab ada teladan Nabi Saw yang mencium tangan sahabat beliau yang hitam dan melepuh akibat bekerja keras mencangkul tanah demi mencari nafkah untuk keluarganya.
Mengapa harus berorientasi pada produktivitas? Karena terdapat larangan Allah SwT dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 26-27 agar menjauhi sikap mubadzir yang pelakunya ditetapkan sebagai saudara syetan. Mengapa harus memperkaya jaringan silaturahim? Karena terdorong oleh sabda Nabi Saw bahwa “barang siapa yang ingin panjang umur dan banyak rezeki, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim.”
جَعَلَنَا اللهُ وَ إِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَامِلِيْنَ الْمُخِلِصِيْنَ، وَ أدْخَلَنَا وَ إِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ الْمُجَاهِدِيْنَ، وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
KHUTBAH II
اَلْحَمْدُ ِللهِ وَ الشُّكْرُ لِلّهِ وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ اللهِ، نَبِـيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَليَ آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ وَالاَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَريْـكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْـدُ فَيَاأَيـُّهَا اْلإِخْوَانُ رَحِمَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْكُمْ وَ إِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Jamaah sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah,
Marilah kita akhiri renungan Jum’at ini dengan berdoa ke hadirat Allah SwT. Semoga Allah SwT berkenan menjadikan kita, antara lain, sebagai orang yang memiliki etos kerja Islami yang menghasilkan karya-karya saleh yang kompetitif.
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ * وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَي آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ * اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَ ِلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَ لاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ * اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ، وَ تَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ، وَ حُبَّ الْمَسَاكِيْنِ، وَ أَنْ تَغْفِرَ لَنَا وَ تَرْحَمَنَا، وَ إِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةَ قَوْمٍ فَتَوَفَّنَا غَيْرَ مَفْتُوْنِيْنَ، وَ نَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَ حُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَ حُبَّ عَمَل يُقَرِّبُنَا إِلَى حُبِّكَ * رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ * وَ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِـيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَ اْلحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.