YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar Seminar Nasional, bertajuk ‘Meneguhkan Keistimewaan Jogja Melalui Kesadaran Keagamaan dan Kebhinnekaan Menuju Jogja sebagai City of Tolerance’, Sabtu (18/2). Acara yang dihelat di RS Mulut dan Gigi AMC UMY itu merupakan rangkaian dari peringatan hari kelahiran ICMI.
Ketua ICMI DIY, Herry Zudianto menyatakan bahwa kegiatan ini sebagai upaya ICMI untuk membuat perspektif baru dan mengubah paradigm masyarakat tentang pentingnya merawat keberagamaan yang ada di Indonesia dan Yogyakarta pada khususnya.
“Dalam skala Yogyakarta, tantangan yang dihadapi umat beragama dan multi budaya menjadi potret keindonesiaan saat ini, bagaimana membangun persepsi multi agama, multi kultur dan etnik yang mampu memperkuat kebhinekaan di tengah ‘polusi informasi’ yang semakin tidak tekendali,” ujarnya.
Menurut mantan walikota Yogyakarta itu, keberadaan pilar-pilar penopang keberagaman bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945, merupakan benda mati yang harus terus dihidupkan. “Ibarat pohon, apakah akan menjadi pohon yang rimbun, subur, tergantung bagaimana cara merawatnya,” kata Herry.
Keberagaman yang ada di Indonesia, kata Herry, tidak hanya terkait dengan keberagaman etnis, suku, budaya, agama saja. Namun juga ada keberagaman ekonomi hingga keberagaman politik. Keberagaman itu harus bisa dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk kemajuan dan persatuan bangsa. “Persoalan keberagaman sudah menjadi kesepakatan kita,” katanya.
Dalam rangka merawat keberagaman yang ada, Herry semenjak masih menjabat sebagai walikota Yogyakarta terus berupaya melakukan praktik-praktik yang berdampak langsung pada penanaman nilai. “Harus melalui pengalaman langsung tentang toleransi, bukan seminar-seminar. Proses keberagaman ini tidak bicara teori, tapi interaksi langsung,” tuturnya sambil mencontohkan salah satu programnya adalah live in di rumah-rumah orang tua asuh berbeda agama bagi para pelajar ketika itu.
Didaulat sebagai pembicara dalam kegiatan itu adalah mantan ketua umum PP Ahmad Syafii Maarif, budayawan Emha Ainun Najib, ketua komisi HAM OKI Siti Ruhaini Dzuhayatin, rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Johanes Eka Priyatma, Habib Chirzin, Totok Tejamano, dan pakar lainnya. (Ribas)