YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih Tajdid dan Tabligh, Prof Yunahar Ilyas menyatakan bahwa di dalam Islam kewajiban membela negara bisa dikenai dua macam hukum. Yaitu fardhu ‘ain dan atau fardhu kifayah tergantung dengan situasi dan kondisi suatu negara.
“Di dalam Islam, membela negara, membela harta pribadi, membela nyawa, membela keluarga itu merupakan kewajiban setiap orang yang bersifat fardhu ‘ain. Yaitu kewajiban individual kalau sudah datang waktunya,” kata Yunahar.
Membela negara dalam arti perang menjadi kewajiban setiap warga negara jika dalam kondisi negara tersebut diserang oleh musuh. “Membela negara itu berarti ia membela agamanya, membela kehidupannya, membela harta bendanya, membela keluarganya, membela kebebasannya,” tutur Yuhanar.
Namun dalam kondisi damai, kewajiban bela negara menjadi fardhu kifayah. “Artinya dalam kondisi langsung yang ditugaskan untuk membela negara adalah tentara. Tetapi dalam arti tidak langsung, semua orang menjalankan tugasnya masing-masing. Kalau dia guru bekerja sebagai guru. Kalau dia dosen bekerja sebagai dosen,” ungkapnya.
Muhammadiyah, kata Yunahar, sejak awal sudah punya semangat bela negara. Sehingga lahirlah hizbul wathan. “Hizbul wathan secara harfiah artinya kan partai atau golongan tanah air. Jadi semangatnya itu adalah semangat bela negara. Semangat PETA,” kata wakil ketua MUI itu.
Menurutnya, Muhammadiyah memandang bela negara dalam artian yang luas. Muhammadiyah menjaga kesatuan NKRI ini secara langsung maupun tidak langsung. “Dalam arti fisik Muhammadiyah melakukan bela negara dengan hizbul wathan. Salah satu tokohnya Jenderal Sudirman yang bergabung dengan TNI,” katanya.
“Secara tidak langsung misalkan kita menyelenggarakan kongres atau muktamar, itu kan menjaga keutuhan NKRI. Menjalankan musyawarah wilayah itu menjaga keutuhan sebuah provinsi. Menjalankan musyawarah daerah itu menjaga keutuhan kabupaten/kota. Itu secara periodik dilakukan terus oleh Muhammadiyah dan juga ormas yang lain,” urai Yunahar.
Selain itu, menurut Yunahar, Muhammadiyah juga melakukan kegiatan bela negara dalam artian yang lebih luas dan dengan kerja nyata demi bangsa dan negara. Yaitu dengan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberdayakan umat.
Dalam rangka menambah wawasan dan meningkatkan nasionalisme para peserta Tanwir Muhammadiyah tentang konsep bela negara, Suara Muhammadiyah bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia menyelenggarakan Seminar Bela Negara. Acara yang mengusung tema “Urgensi Bela Negara demi Masa Depan NKRI” itu akan dilangsungkan pada Jumat 24 Februari 2017, di Gedung Ashari Alfatah, Jl. Sultan Babullah No 2, Ambon.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir, MSi dijadwalkan akan memberi pengantar dalam seminar yang akan diikuti oleh sekitar 200 peserta itu. Jenderal TNI (Purn.) Ryamizard Ryacudu didaulat sebagai keynote speaker. Sementara Eko Sulistyo, SS MA dan Laksamana Pertama M. Faisal, SE, MM akan menjadi pembicara utama dalam acara yang dimoderatori oleh Ahmad Mu’arif, SPdI MPdI itu.
Pemimpin Perusahaan Suara Muhammadiyah Deni Asy’ari berharap acara ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan wawasan dan kepekaan sosial bagi masyarakat umum tentang pentingnya bela negara serta ancaman konflik sosial-politik serta menyukseskan pembangunan nasional berbasis Pancasila. (Ribas)