YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah— Sejenak Ambon menjadi pusat konsentrasi warga Muhammadiyah. Sidang Tanwir Muhammadiyah akan digelar pada 24-26 Februari bertempat di Ambon. Membaca data sejarah Muhammadiyah Ambon selama ini memang masih simpang siur. Sebuah data sejarah yang belum banyak diungkap memberikan informasi menarik terkait tokoh perintis Muhammadiyah di Ambon yang berasal dari etnis China-Muslim.
Firma Abdullah Lie adalah sebuah perusahaan pelayaran yang melayani pengiriman logistik di jalur Ambon-Manokwari pada tahun 1930-an. Firma ini tercatat milik Haji Mohammad Abu Kasim, seorang Muslim dari keturunan etnis China. Pada tahun 1932, Haji Misbach yang sedang dalam pengasingan di Manokwari melakukan korespondensi dengan direktur Firma Abdullah Lie. Korespondensi antara Misbach dengan Mohammad Abu Kasim dalam rangka pemesanan kebutuhan logistik selama dalam pengasingan. Dari intensitas korespondensi tersebut muncullah gagasan merintis gerakan Muhammadiyah di Ambon.
Demikianlah sumber terpercaya sejarah Muhammadiyah Ambon sebagaimana yang ditulis oleh M. Amin Ely, “Muhammadiyah Maluku: Hasil Penyemaian Kyai Misbach”, Suara Muhammadiyah no. 20 Th. Ke-61/1981). Amin Ely mendapat sumber lisan dari Haji Ismail Abu Kasim yang tidak lain adalah putra dari Haji Mohammad Abu Kasim, pemilik Firma Abdullah Lie. Haji Ismail Abu Kasim sendiri adalah seorang lulusan MULO dan HIK Muhammadiyah di Solo dan Yogyakarta (1936-1941). Haji Ismail inilah yang menuturkan bagaimana proses berdirinya Muhammadiyah di Ambon yang sebenarnya atas inisiatif dari Haji Misbach, tokoh pergerakan nasional ternama berasal dari Solo.
Siapakah Haji Misbach? Tidak lain dialah sahabat karib Haji Fachrodin, murid ideologis KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Misbach dikenal dengan julukan “Haji Merah.” Tokoh revolusioner pendiri perkumpulan Sidiq Amanah Tablig Vathonah (SATV) ini beberapa kali terlibat dalam aksi-aksi melawan pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1932, Haji Merah ini telah dalam pengasingan di Manokwari. Selama di Manokwari, Misbach melakukan korespondensi dengan Haji Abu Kasim untuk memesan barang-barang kebutuhan selama di pengasingan. Dari korespondensi antara Haji Misbach dengan Haji Abu Kasim inilah terjalin kesamaan visi tentang upaya mendirikan Muhammadiyah di Ambon.
Haji Mohammad Abu Kasim berhasil meyakinkan kawannya yang bernama Auw Yong Koan, seorang Muslim keturunan China pula. Kemudian ada Abdurrahman Didin, seorang perawat di rumah sakit militer di Ambon. Akhirnya, pada sekitar tahun 1930-an, gagasan untuk mendirikan Muhammadiyah di Ambon berhasil terwujud. Haji Muhammad Abu Kasim, Auw Yong Koan, dan Abdurrahman Didin adalah tokoh-tokoh perintis yang sekaligus menjadi pengurus pertama Muhammadiyah di Ambon.
Pada tahun 1933, Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan sebutan Hamka yang pada waktu itu dalam posisi sebagai Konsul Muhamamdiyah Sulawesi Selatan berkunjung ke Ambon. Kunjungan ini (tourne) dalam rangka meredam gejolak di kalangan ulama-ulama tradisional di Ambon yang menghambat gerakan dakwah Muhammadiyah. Kedatangan Hamka berhasil meredam gejolak dan berhasil mencairkan suasana sehingga gerakan Muhammadiyah kembali lancar. Hamka disambut pengurus Kepanduan Hizbul Wathan di Ambon yang pada waktu itu digerakkan oleh pemuda-pemuda pemberani seperti R. Saprawi, Haji Abdul Kadir Kimkoa, Saleh Kastor, Abdul Kadir Afifuddin, Mohammad Ely, Ahmad Sukur, dan lain-lain (Abu Aksa).