YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Mulai hari ini dan besok (Kamis-Jumat, 23-24/2) majalah Suara Muhammadiyah (SM) secara berturut-turut menggelar Seminar Keuangan Syariah dan Seminar Bela Negara di Ambon. Kedua event ini digelar dalam rangka menyemarakkan Sidang Tanwir Muhammadiyah yang akan diselenggarakan pada 24-26 Februari ini. Partisipasi Suara Muhammadiyah dalam menyemarakkan Sidang Tanwir di Ambon kali ini memiliki matarantai historis tersendiri. Sebab, peran Suara Muhammadiyah sebagai majalah Islam tertua di Indonesia cukup besar dalam merintis dan membina Muhammadiyah di Ambon. Catatan sejarah menunjukkan bahwa tokoh-tokoh perintis Muhammadiyah di Ambon mengenal paham Islam berkemajuan salah satu di antaranya lewat majalah Suara Muhammadiyah.
Sebuah sumber terpercaya yang mengungkap sejarah Muhammadiyah Ambon ditulis oleh M. Amin Ely, “Muhammadiyah Maluku: Hasil Penyemaian Kyai Misbach” (Suara Muhammadiyah no. 20 Th. Ke-61/1981). Amin Ely mendapat sumber lisan dari Haji Ismail Abu Kasim, seorang lulusan MULO dan HIK Muhammadiyah di Solo dan Yogyakarta (1936-1941). Adapun Haji Ismail Abu Kasim adalah salah satu putra dari Haji Mohammad Abu Kasim, pemilik Firma Abdullah Lie, sebuah perusahaan pelayaran yang melayani pengiriman logistik di jalur Ambon-Manokwari pada tahun 1930-an. Mohammad Abu Kasim adalah seorang Muslim dari keturunan etnis China.
Menurut keterangan Haji Ismail Abu Kasim yang dituturkan oleh Amin Ely, berdirinya Muhammadiyah di Ambon sebenarnya atas inisiatif dari Haji Misbach, seorang tokoh pergerakan nasional ternama asal dari Solo. Dalam catatan sejarah pergerakan nasional, nama Haji Misbach asal Solo memang cukup masyhur. Dia dikenal dengan julukan “Haji Merah” karena berpandangan sosialis-komunis dalam memahami ajaran Islam. Meskipun tidak pernah tercatat sebagai anggota resmi, tetapi Haji Misbach sangat dekat dengan Muhammadiyah. Kedekatan Haji Misbach dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah, di antaranya Haji Fachrodin (pemimpin redaksi SM pertama) dan Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Bahkan, organisasi pergerakan yang didirikan Haji Misbach dan Haji Hisyam Zaini di Solo bernama perkumpulan Sidiq Amanah Tablig Vathonah (SATV) di kemudian hari menjadi cikal bakal cabang Muhammadiyah Solo.
Sosok Haji Misbach dikenal revolusioner dan dipandang membahayakan oleh pemerintah kolonial Belanda. Dia berkali-kali terlibat dalam aksi-aksi melawan pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1932, Haji Merah diasingkan ke Manokwari. Nah, selama di Manokwari, Haji Misbach melakukan korespondensi dengan Haji Mohammad Abu Kasim untuk memesan barang-barang kebutuhan selama di pengasingan. Dari korespondensi antara Haji Misbach dengan Haji Mohammad Abu Kasim inilah terjalin kesamaan visi tentang upaya mendirikan Muhammadiyah di Ambon.
Dalam rangka menjalin komunikasi dan untuk membina paham keagamaan yang modernis, Haji Misbach memesan buku-buku dan majalah Islam di Solo dan Yogyakarta. Nah, salah satu majalah Islam yang dipesan khusus oleh Haji Misbach dan diberikan kepada Haji Mohammad Abu Kasim adalah Suara Muhammadiyah. Lewat majalah Suara Muhammadiyah, pemilik Firma Abdullah Lie ini mengenal paham Islam yang berkemajuan. Demikianlah informasi penting yang berhasil diungkap oleh Amin Ely dalam tulisannya (1981).
Dengan demikian, peran majalah Suara Muhammadiyah sangat besar dalam proses perintisan awal Muhammadiyah di Ambon. Kini, ketika Ambon tuan rumah perhelatan akbar Sidang Tanwir Muhammadiyah, majalah Suara Muhammadiyah kembali berpartisipasi menyemarakkan kota ini (Abu Aksa).