AMBON, Suara Muhammadiyah-Tanwir I Muhammadiyah yang digelar di Ambon dibuka hari ini oleh Presiden Joko Widodo didampingi oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Gubernur Maluku, Said Assagaf. Menyoroti problem kemaritiman, kedaulatan serta keadilan sosial ekonomi, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar mengajak peserta Tanwir Ambon mengenang kiprah sosok Ir Djuanda, salah satu kader Muhammadiyah dan Bangsa.
“Sebagai peserta tanwir Muhammadiyah, patut kita kenang jasa Djuanda sang pelopor kedaulatan maritim, kader Muhammadiyah yang seumur hidupnya mengabdikan diri memajukan kehidupan bangsa,” tuturnya dalam pidato pembukaan Tanwir I Muhammadiyah di Islamic Center Ambon, Jum’at (24/2).
Mungkin tidak banyak yang tahu bangsa tokoh yang memiliki nama lengkap Ir Raden Hadji Djoeanda Kartawidjaja tersebut merupakan kader Muhammadiyah. Ia juga yang menjadi peletak dasar Deklarasi Djuanda tahun 1957 merupakan titik pangkal tegaknya negara kepulauan yang diakui dalam United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS). Bahwa, laut merupakan bagian integral dari kepulauan Indonesia.
“Darinya, bangsa Indonesia saat ini harus belajar berkomitmen sekaligus memiliki tanggungjawab tinggi bagaimana mempertahankan kedaulatan Indonesia,” lanjut Haedar.
Kiprahnya dalam pergerakan bangsa Indonesia mampu terekam dari sejumlah jejaknya dalam menduduki sejumlah posisi strategis di pemerintahan. Di antaranya, pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-10, Menteri Keuangan Indonesia, Menteri Pertahanan Indonesia dan Menteri Perhubungan Indonesia.
Haedar pun menggarisbawahi sosok tokoh lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut yang sederhana, yang memilih berkhidmad memimpin SMA Muhammadiyah selekas purnanya dari tugas kenegaraan yang diembannya.
“Ia memilih untuk mengabdikan dirinya memimpin SMA Muhammadiyah di Jakarta dengan gaji kecil, ketimbang menerima tawaran menggiurkan dari almamaternya di ITB dan kembali ke Bandung,” tegas Haedar.
Haedar pun sempat mengutip sekelumit testimoni Djuanda padayang diberikannya pada Muktamar Setengah Abad tahun 1962 di Jakarta.
“Karena mengindahkan petunjuk orang tua saya, saya kenali Muhammadiyah. Bukan sekadar kenal saja, tetapi saya malah dipercaya memasak kecerdasan putera-puteri anak didik Muhammadiyah di masa itu. Penderitaam hidup dan pahit getir, bagi Muhammadiyah bukan soal, adanya hanya kepuasan hati karena kerjasama di antara kita dan pengurus Muhammadiyah tetap terjalin dengan ukhuwah Islamiyah yang seerat-eratnya.” Dia menegaskan, “Setelah zaman Indonesia merdeka, gerak Muhammadiyah bertambah luas bidang tugasnya, dan bertambah-tambah pula lapangan pembangunan yang menjadi objeknya,” begitu kenang Haedar Nashir.
Berkaca dengan sosok Djuanda dan juga tokoh-tokoh Muhammadiyah penggerak bangsa lainnya seperti Soedirman dan Soekarno, Haedar berpesan agar seluruh warga Muhammadiyah di penjuru tanah air mampu mengambil khittah mereka untuk mengabdi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berkeadilan dan berkemajuan. Menjadikan Indonesia sebagai menjadi milik semua, bukan milik segelintir orang atau kelompok tertentu saja.
“Semoga para peserta Tanwir dan anggota Muhammadiyah dapat mencontoh perjuangan Djuanda dan para tokoh bangsa lainnya yang dengan jiwa Muhammadiyah berkemajuan mau berkhidmat sepenuh hati untuk kejayaan Indonesia,” tandas Haedar (Th).