Anakku Disebut “Preman Cilik”

Anakku Disebut “Preman Cilik”

Assalamu’alaikum wr wb.

Ibu Emmy yth., saya ibu dari dua orang putra, yang pertama kelas III SD, dan yang kedua masih di TK. Kedua anak saya mempunyai sifat yang bertolak belakang. Yang nomer satu lebih emosional, gampang marah, dan menurut laporan suka mengganggu temannya dengan keusilannya. Yang kedua lebih kalem. Lucunya ia lebih suka diganggu temannya, bahkan pernah mogok, tak mau sekolah. Tapi, alhamdulillah, sekarang sudah mau sekolah lagi. Karena besok ingin masuk SD seperti kakaknya.

Yang menjadi masalah saya sekarang, anak saya yang pertama, karena sering usil beberapa wali murid yang mengeluh pada saya tentang “kenakalan” anak saya. Bahkan ada yang memberi julukan “preman cilik”. Rasanya sedih dan tidak terima anak saya dibilang seperti itu. Meski saya juga menyadari perilaku anak saya.

Yang ingin saya tanyakan, mengapa anak saya suka berperilaku “usil”? Sepertinya, dia punya energi yang berlebih, karena sampai sekarang kata gurunya, ia hampir tidak bisa duduk berlama-lama di bangkunya. Sebagai orang tua, kami merasa sudah memberi perhatian padanya. Memang ayahnya agak keras dalam menghadapi perilaku si sulung. Apa yang harus saya lakukan untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku negatifnya? Juga untuk si adik, bila ia disakiti temannya, apa yang sebaiknya saya lakukan, agar ia tidak mogok sekolah lagi, dan tetap bersemangat pergi ke sekolah? Oh ya, akhir-akhir ini saya sering mendengar kata bullying. Apakah si sulung termasuk anak pelaku bullying? Apa maksudnya? Maaf banyak pertanyaan, atas semua jawaban ibu saya ucapkan jazakumullah.

Wassalamu,alaikum wr wb.

Ibu Wiwik, di Bekasi.

 

Wa’alaikumsalam wr wb.

Ibu Wiwik yth., memang akhir-akhir ini beberapa stasiun TV membahas  masalah bullying, karena ternyata dampak perilaku bullying bisa sampai membuat korban bunuh diri. Definisi bullying sendiri adalah segala tindakan yang dilakukan dengan kekerasan secara berulang kali yang berdampak pada korban berupa rasa terintimidasi, takut dan tertekan. Bullying paling sering terjadi di sekolah, dari TK sampai SMU bahkan kuliah.

Bullying bisa dilakukan secara fisik dan nonfisik. Tindakan fisik, misalnya mencubit, menjambak rambut, mendorong atau memukul. Secara nonfisik bisa dengan verbal, misalnya mengolok-olok, menjuluki, menghina, mencela, memfitnah, memaki atau mengancam. Tindakan nonverbal, misalnya, mengajak teman-teman menjauhi seorang anak, atau meneror, mengintimidasi, diskriminasi, memelototi dsb.

Tujuan tindakan bullying biasanya untuk unjuk kekuatan kepada pihak lain yang dianggap lemah. Contoh paling sering terjadi adalah tindakan memalak, mengancam atau penganiayaan dari kakak kelas kepada adik kelas.

Ada banyak faktor yang menyebabkan bullying, bisa karena faktor orang tua yang suka melakukan kekerasan fisik atau memaki. Akibatnya anak menganggap tindakan kekerasan sebagai hal biasa dan sah-sah saja untuk dilakukan. Bisa juga orang tua terlalu memanjakannya di rumah, sehingga semua orang harus tunduk padanya, termasuk di sekolah. Faktor teman juga bisa menjadi pemicu seorang anak menjadi pelaku bullying. Contohnya, anak hanya ikut-ikutan saja ketika teman dekatnya mengejek siswa lain. Kalau ia tidak ikut ‘meramaikan’ ia takut dimusuhi teman dekatnya. Faktor media yang sering menayangkan tontonan kekerasan juga bisa menjadi penyebab. Biasanya terjadi pada anak usia dini. Tayangan-tayangan kekerasan secara langsung dan tak langsung memengaruhi persepai anak, sehingga ia meniru tindakan tersebut.

Bila melihat dari definisi, putra ibu bisa masuk kategori pelaku bully. Tapi, jangan sedih dan jangan panik, insya Allah ia masih sangat mudah diarahkan. Terima saja bahwa anak ibu sedang demikian. Yang penting bapak dan ibu stop menghadapi anak dengan kekerasan. Ubahlah menjadi perilaku tegas dan telaten dalam menanamkan perilaku sopan-santun. Mulailah dari mengajarkan dan memberi contoh mengucapkan ‘tolong’ dan ‘terima kasih’ ketika minta bantuan orang lain, sehinnga anak mengerti bahwa ia harus bisa menghargai orang lain bila ingin dihargai. Juga ‘maaf’ bila melakukan kesalahan. Sepertinya hal itu sepele, tapi dampak positifnya bila ia sudah terbiasa dengan perilaku tersebut luar biasa. Dan yang tak kalah penting adalah memberi perhatian yang cukup. Serta mintalah bantuan guru untuk memberi teguran dan nasihat pada anak kita bila ia mengganggu temannya.

Bilamana anak kita yang menjadi korban bullying? Bila anak kita mogok memang karena di’bully’. Sebaiknya orang tua menanyai dengan lembut apa yang terjadi dan yang ia rasakan. Sebisa mungkin, jangan ajari anak untuk membalas perlakukan temannya, karena ini kurang tepat dan tidak menyelesaikan masalah. Bisa-bisa, anak malah menjadi pelaku bully. Beri kebebasan pada anak apa yang akan ia lakukan. Bila pilihannya kurang tepat beri arahan.

Semoga bapak dan ibu diberi kesabaran dalam menemani putra-putranya dalam menjadikan anak yang shalih. Amin.

Exit mobile version